Pages

Sunday, October 23, 2016

11.Tour de Borneo Border Aruk dan Biawak

Kami sampai di border Aruk,hujan kembali turun,kami melapor ke pos TNI dan petugas mencatat data kami sesuai yang ada di Paspor masing masing,mereka sangat respect melihat kami pesepeda jarak jauh apalagi disepedaku ada bendera merah putih yang harus dipertaruhkan kewibawaannya.
Pos berikutnya kami masuk ke ruang imigrasi Indonesia,hanya kami berdua yang ada akan melintas waktu itu jadi petugas immigrasinya berpakaian preman saja dan bisa lebih santai melayani kami,dari petugas aku ketahui perbatasan Aruk baru dibuka resmi dengan adanya petugas immigrasi lebih kurang 2bulan yang lalu dan sebelumnya orang masuk Malaysia harus cap paspor melalui border entikong.
Kami sempat foto bersama dengan petugas immigrasi,terlihat kantor perbatasan sedang dibangun baru,mudah mudahan cepat selesai supaya lebih nyaman dan berwibawa.
Jam 15wib kami lanjut jalan dizona netral ke immigrasi Malaysia yang berjarak lebih kurang 300meter.
Bangunan permanen dan terlihat bersih disitu berkibar bendera Malaysia dan bendera serawak,aku agak kikuk pintu mana harus dituju karena hanya kami berdua yang akan melapor. Kaca gelap dimasing masing kounter aku intip tapi tidak ada petugasnya,lalu aku beranikan diri masuk keruang kantor petugas dan bertemu dua orang berpakaian preman dan dipinggangnya terselip pistol,aku ucapkan salam dan menanyakan petugas immigrasinya,lalu aku disuruh tunggu untuk dipanggilkan petugas immigrasinya,kami sempat berfoto foto disitu,10 menit kemudian baru muncul immigration officernya,paspor kami perlihatkan untuk di cek dan di stamp tidak banyak pertanyaan waktu.Dengan ucapan Bismillah aku dan Auful menapakan kaki di negara tetangga Serawak Malaysia.
Kami menuju kampung Biawak namanya lalu belok kekanan ke Labuh raya Biawak,hujan sudah reda tinggal pakaian kami dibadan yang masih lembab kena hujan tadi.
Aku lihat sudah jam 15.30wib berarti waktu setempat jam 16.30,beda 1jam dengan waktu kndonesia barat.
Udara terang dan cerah kami pacu sepeda di jalan yang mulus tersebut.
Aku merasa masuk peradaban baru ketika melihat jalan yang bagus bersih pinggirannya serta lengkap tanda tandanya,dipinggir jalan terlihat rumah penduduk yang letaknya agak berjauhan,ada rumah panggung dari kayu dan ada juga dari bata namun kesannya bersih dan jalan masuk dari jalan umum ke halaman rumah juga diaspal jadi kesannya rapi,dibawah rumah panggung umumnya ada mobil yang diparkir.
Masyarakat yang melihat kami melempar senyum dan kadang melambai kami.
Tujuan kami adalah kota Lundu yang berjarak 25km jalan sedikit naik turun,tidak terlihat satupun masjid hanya ada gereja di beberapa tempat,etnis yang mendiami daerah ini umumnya suku Dayak yang beragama katolik Roma,bahasanya sulit aku mengerti.
Memasuki kota Lundu hari sudah gelap,aku arahkan sepeda kesebuah mini market untuk menanyakan penginapan yang ada dikota,lalu salah seorang pengunjung dengan baik hati bersedia mengantarkami ke hotel Gading tidak jauh dari situ.
Kami masuk hotel gading yang sederhana dengan kamar mandi diluar seharga $40 ringgit Malaysia atau seharga rp150ribu semalam.
Malamnya kami keluar mencari makan tapi tidak ada restoran muslim,akhirnya di satu kantin kami pesan nasi goreng pakai goreng telor.

No comments:

Post a Comment