Pages

Sunday, October 30, 2016

13.Tour de Borneo_Dua hari di kota Kuching

Dua hari tinggal di kota Kuching tapi aku belum menemukan si "Meauuu" atau Kucing disitu,aku coba tanya sana sini dan cari google ternyata memang kota kuching ini kira kira 2 abad yang silam banyak kucingnya...sehingga penjajah inggris yang berkuasa menamakan kota tersebut Kuching...untung ngga dinamai "meau"city ya...hehe
Dulunya, area Sarawak, termasuk Kuching, adalah wilayah Sultan Brunei. Akhirnya dikelola oleh petualang Inggris James Brooke,hebat juga si Brooke ini,petualang pakai sepeda juga ngga ya....??wkwkk
Kuching sendiri, menurut pandangan ku selama 2 hari berkunjung ke sana, adalah kota yang rapih, nyaman, dan infrastruktur yang cukup maju. Jauh dibandingan dengan kota-kota lain di wilayah Kalimantan,apalagi sewaktu aku keluar dari perbatasan Aruk(indonesia) yang sulit aku ceritakan ketertinggalannya dan memasuki Border Biawak (Malaysia) rasanya aku masuk ke peradaban baru,tidak ada lagi bunyi klakson mobil yang seolah olah memaksa aku untuk menyingkir dari jalan itu.
Walaupun di luar kota tapi jalanannya tetap bersih,Setiap kira kira 500meter di pinggir jalan yang ada rumah penduduknya disediakan tempat sampah,jadi tidak terlihat lagi secuil sampahpun yang di buang kejalan kecuali daun daun pohon.

Penduduknya mayoritas beragama katolik dari suku Dayak Iban dan Tionghoa,dan makin dekat kekota kuching baru ditemukan suku Melayu yang identik dengan Moslem.
Tegur sapa penduduknya dalam bahasa melayu sangat ramah dan lembut,ada perasaan aman tinggal di negri ini.
Kami tinggal di hotel Arif dengan harga mal $49 per malam atau sekitar rp170ribu semalam.lokasi nya di depan masjid negara dan waterfront. Kami dapat discount hotel 30% karena keistimewaan untuk para pesepeda dari Indonesia....hebat ya...😊
Sahabat  pesepeda kuching memantau sebelum kedatangan kami sampai berangkat lagi. Mereka adalah pak zick,pak Hasan,pak Mimik,Datok Kipli,dan ada juga pak Hen orang bukittinggi yang menetap di kuching,mereka adalah sahabat yang luar biasa baiknya sehingga aku seperti di negri sendiri.
Sewaktu memasuki border  Aruk/Biawak kami kesulitan mendapatkan rumah makan muslim,pengalaman lama seperti di Laos terulang kembali aku harus makam mie telor dan telor rebus sampai bosan....😥😥
Membandingkan kehidupan di perbatasan miris rasanya melihat ketimpangannya kesejahteraannya,rasanya dengan hasil bumi kita yang sama dan ada sawitnya juga dan pertaniannya tapi koq kesejahteraannya berbeda,...apakah itu gunanya negara supaya ada perbedaan seperti kayu kayu dihutan ada yang tinggi dan ada yang pendek,ada yang dibabat dan dibakar orang dan ada yang dilindungi dan disayangi orang.....aduh pikiranku sudah ngaco......pesepeda tahu nya apa ya ..sorry ...hehe
Sangat jarang saya menjumpai polisi. Tapi warga di sana cukup tertib dalam berlalu lintas
Di Jakarta atau pekanbaru, tiap detik saya dengar suara klakson pada jam sibuk. Tapi,…ya maklum juga sih karena penduduknya cuma 10% nya Jakarta. Bersepeda di sana sama nyamannya dengan jika kita berkendara di jalan tol di luar kota. Jalan rata dan halus kayak pipinya artist. Sesekali ada juga macet, tapi tidak sehiruk pikuk penuh debu dan emosi seperti di pertigaan senen misalnya. Hari kedua aku jalan ke waterfront,china town dan India town,terlihat bangunan tua yang masih tetap dipertahankan. Besok in sya Allah kami akan kembali ke tanah air RI tercinta melewati border Tebedu/Entikong .
Banyak pembelajaran yang bisa aku ambil dari kota kuching ini.....semoga catatan kecil ini ada manfaatnya buat penggiat travelling sepeda.
Salam dari Meauuu...puuus...pus.😀😍🙄

15.Tour de Borneo_Entikong to Tayan hulu

Rabu 26 Oktober
Hari ini kami harus berpisah dengan dua sahabat Malaysiaku pak Hasan dan Pak Mimik,mereka yang begitu setia mendampingi kami selama berada di negri Serawak dan mereka juga mengantar kami dari Kuching sampai ke Entikong sejauh 115km. Pengorban yang diberikan pada kami adalah tanpa pamrih dan hanya berdasarkan saling mengasihi sebagai sahabat tanpa diembel embeli status sosial,politik dan negara sebagai hasil pengkotak kotakan manusia. Aku banyak belajar dari mereka,semoga Allah membalas keikhlasan mereka tersebut dengan segala kebaikan..amiiin
Kami melanjutkan perjalanan tour de Borneo ini kearah Kalteng yaitu melalui kota tayan. Beberapa ruas jalan aspalnya sudah habis dan tinggal kerikil,aku extra hati hati di ruas jalan seperti ini,beberapa kali roda sepedaku slip dikerikil dan batu batu sebesar tinju yang menongol kepermukaan,debu beterbangan dihembus mobil mobil yang melewati dari depan dan belakang,Auful membututiku dari belakang,kami jarang yang bisa jalan beriringan karena jalannya yang agak sempit. Beberapa ruas jalan Sampai daerah kembangan terlihat pekerja sedang mengadakan pelebaran jalan yang konon ditargetkan selesai Agustus 2017.
Dalam hati aku ikut sedih melihat jalan yang begitu buruknya.
Setelah menempuh sejauh 92km maka kami sampai di desa Pandan sembuat Tayan hulu,sanggau kapuas.
Jam 17 sore ditambah cuaca agak gelap karena  mendung kami memutuskan untuk numpang nginap di Masjid Nurul huda. Masjid ini yang satu satunya kami temui sejak dzuhur tadi,tapi pak Sujiman yang beristrikan Seorang Mualaf dari suku Dayak dan juga  pengurus masjid malah mengajak kami untuk nginap di rumahnya.
Malam sewaktu magrib hujan lebat turun dan aku sangat bersukur karena tidak meneruskan perjalanan.
Jamaah masjid sudah berdatangan dan mereka menyapa kami ramah,jamaah terdiri dari beberapa suku dan yang banyak berasal dari Jawa,mereka adalah minoritas di daerah tersebut,aku ngobrol dan perhatikan,mereka begitu rukun dan akrap satu sama lain.
Sehabis Isya rupanya salah satu jamaah ada hajatan,maka jadilah aku sebagai tamu  istimewa waktu itu.acara berakhir jam 27.30wib lalu pak Sujiman menunjukan kamar tempat istirahat kami

17.Tour de Borneo_Tayan hilir ke Balai berkuah

Dua hari istirahat di Tayan cukup mengembalikan tenaga kami untuk melanjutkan perjalanan ke arah Kalimantan tengah dengan melewati Trans Kalimantan.
Beberapa Daerah seperti Balai berkuah,Sandai,
Jam 06.30 pagi 29 oktober 16 selesai sarapan pagi dengan Mie masakan sendiri  lalu kami melanjutkan kayuhan kearah arah jembatan Tayan yang menyeberangi sungai Kapuas sepanjang lebih kurang 1km,jembatan yang menjulang dengan konstruksi baja kokoh adalah jembatan kedua terpanjang di Indonesia setelah jembatan Suramadu di Jatim. Perasaan aku sedang berada dianjungan kapal besar dan lihat kiri dan kanan membentang sungai kapuas yang amat lebar,serta dermaga kapal dan makin jauh terlihat kehujauan hutannya,ada beberapa kapal kecil dan Tug boat sedang berlayar dibawahnya,2 tahun yang lalu sebelum ada jembatan ini masyarakat menggunakan fery untuk penyeberang. Kami jalan pelan sambil mengambil spot spot foto yang bagus dari atas jembatan ini. Ada dua bagian dari jembatan yang melintasi sungai dan delta di sungai kapuas ini ,Keluar dari jembatan Tayan langsung disambut tanjakan yang tidak terlalu tinggi dan berakhir di pertigaan lalu kami belok kekanan ke arah perbatasan Kalimantan tengah Ketapang.
Kami mengayuh di jalan mulus trans Kalimantan selebar 10meter,perasaan ku terasa nyaman dijalan yang elok ini ,sepi tidak ada lalu lintas dengan mobil mobil kontainer seperti di Jawa,hanya satu mobil bus tanggung yang melewati kami dan beberapa mobil pribadi,kendaraan yang melewati kami sering menyapa dengan acungan jempol yang diulurkan keluar jendela dan kalau ada pengemudi sepeda motor yang pingin tahu mereka membuntutiku dari samping.
Memasuki desa Sebandang kecamatan Toba aku mulai merasakan ayunan tanjakan dan turunan dengan kemiringan kira kira 45' dan jauhnya kira kira 600meter,kecil kelihatan kendaraan diujung puncak sana.
Kiri kanan tumbuhan sawit,nyaliku sempat ciut melihat ke seberang puncak sana,aku bimbang dengan kemampuanku untuk bisa mendayung tanpa turun sampai keseberaang sana ,kalau aku sempat turun dipertengahan sudah pasti lebih berat mendorong sepeda seberat 38kg ini sampai ke puncak.
Aku diam beberapa saat berlindung dibawah pohon sawit lalu minum membasahi kerongkongan yang kering,aku amati kondisi jalan di dasar terendah jalan terlihat datar dan tak berlobang,karena disinilah kondisi yang umumnya kita terjebak dengan lobang yang menyebabkan kecelakaan.
Bismillah...Pelan dan pasti aku kayuh sepeda yang mulai menukik turun,gear aku pindah ke maximum speed 3.1 sepeda meluncur 62km/jam seperti busur,mulut ku tak henti berzikir Astagfirullah...persis di dasar jalan terendah lalu melejit keatas naik aku lihat speedo meter mulai turun hingga 38km/jam aku ganti bertahap supaya kayuhan ringan,gear depan ke nomor 2 lalu beberapa meter ganti lagi ke gear nomor 1 dan gear belakang berobah bertahap ke nomor 11 yang paling ringan,napasku mulai memburu terlihat masih 100meter lagi keatas pelan dengan speed 7km/jam,Alhamdulillah akhirnya aku sampai di puncak dengan permukaan datar sejauh 200meter lagi lalu terlihat lagi gelombang punggung naganya,Astagfirullah ucapku dalam hati. Aku mulai menghitung tanjakan yang bervariasi itu hingga hitungan 18 aku sudah bosan menghitungnya.
Spedo meterku menunjukan baru jarak tempuh 42km aku lihat waktu sudah jam 11.30 aku berharap ada warung didepan nanti yang menyediakan makanan muslim dan menyediakan minuman dingin,lima belas menit kemudian doaku dikabulkan disebelah kiri jalan persis diujung tanjakan aku baca papan nama Rumah makan Teh Sum masakan Sukabumi di daerah Lumut.
Perasaan ku mulai nyaman aku tunggu Auful kira kira 5 menit tertinngal dibelakang.
Selesai makan siang dan sholat dzuhur jam 12.00 dalam panas yang terik kami melanjutkan kayuhan agar tidak kemalaman sampai ke kota Balai berkuah yang masih 45km lagi.
Kembali jalan naik turun seperti tidak habis habisnya,dilangit terlihat awan hitam menggantung,angin bertiup dan udara terasa begitu menyejukan aku berdoa agar cuaca tetap sejuk seperti ini,tiba tiba ujan turun rintik  aku mulai pertimbangan istirahat dan berteduh dulu di pondok orang Dayak,tapi aku tetap meneruskan kayuhan karena merasa kurang nyaman dipondok tersebut dan aku perkirakan ini mungkin hanya hujan rinai dan lagi pula kalau hujan mulai lebat nanti didepan kan ada pondok pondok petani tempat berteduh,tapi begitu aku masuk satu turunan mendadak hujan lebat mengguyurku aku kayuh hingga atas tanjakan lalu berhenti dibawah pohon sawit yang daunnya agak menjulai kebawah lalu aku buru buru menutupi hand bar bag ku yang mulai bocor dan sadel brooke yang bisa loyo kena air,aku tidak melihat Auful dibelakang.
Badan ku sudah terlanjur basah kuyup dari pada kedinginan aku teruskan mendayungnya dalam hujan badai tersebut,terasa pedih dimuka ditimpa hujan lebat,aku baru sadar sewaktu susah melihat ternyata kacamata hitam masih terpasang,beruntung jalan datar agak panjang lalu pelan sambil buka kacamata dan mengatur napas.
Setelah 10km jalan aku lihat ada rumah kayu dan didepannya ada konopi dan pelanta duduk,lalu aku minta izin pemiliknya  untuk numpang istirahat,hujan mulai redau,beberapa menit kemudian Auful muncul.
Aku dapat informasi dari yang punya rumah bahwa didepan menjelang kota akan ditemui tanjakannya lebih tinggi lagi,aku antara percaya dan tidak,sepertinya ini di dramatisir tanjakan seperti apa lagi kalau ada yang melebihi tanjakan yang di Sebadang tadi aku membatin.
Ya Allah...benar rupanya beberapa ratus meter kami mengayuh terlihat turunan tajam disambut tanjakan panjang dan curam mungkin sekitar jarak 600meter sampai ke ujung tanjakan,badanku yang sudah dingin mulai bercucur keringat lagi,aku tidak menghitung tanjakan tapi mataku selalu melirik ke spedo meter terlihat sudah 74 km kami lewati sejak dari Tayan,aku menyenangkan hati tinggal 10km lagi sampai kota Balai berkuah,tiba tiba di suatu turunan  didaerah Lumut sepedaku terasa oleng dan terdengar suara berdesir,sepeda aku rem dan aku coba lihat ke bagian belakang sepeda kalau kalau ada yang menyangkut tapi tidak ada dan sewaktu sepeda aku dorong lagi baru ketahuan ban belakang sepeda kempes total.
Sepeda ku seret ke sebuah warung kebetulan bekas bengkel tambal ban yang sudah tutup milik orang Jawa.
Auful membantuku membuka ban belakang dan sewaktu dicheck ban luar sudah sobek sebesar kelingking,aku tidak perkirakan ban luar ini akan sobek,mengingat pemakaiannya masih baru atau berkisar 3000km jadi aku tidak membawa cadangan ban luar. Pada yang punya bengkel tambal ban aku minta tolong bikinkan kanvas ban untuk menutupi ban bolong tadi. Tukang tambal yang baik hati itu berusaha membuat kanvas dengan memotong tipis ban mobil lalu di lemkan ke bagian dalam yang sobek tadi setelah dipompa ternyata berhasil.
Jam 17 masih hujan gerimis kami lanjutkan kayuhan kira kira 14km lagi ke kota Balai berkuah kami berharap disitu ada masjid atau mungkin penginapan untuk bermalam,ban sepeda yang pakai kanvas agak ter angguk angguk dijalanan,hari mulai gelap belum ketemu desa juga,jalan masih penuh tanjakan dan turunan yang tinggi tinggi.
Disuatu tikungan yang membelok kekiri aku melihat lampu penerangan disebuah gubug,aku berhenti bertanya apakah desa masih jauh,ternyata tidak lebih dari satu km lagi,aku meneruskan kayuhan pelan udara malam dan baju yang basah kena hujan mulai terasa dingin ditubuh,dikejauhan aku melihat cahaya memancar dari balik pepohonan,perasaan ku bersorak kegirangan,...Alhamdulillah disitu ada desa Balai Berkuah yang akan memberi kenyamanan pada kami malam ini,aku merasa masuk ke peradaban baru.
Di pinggir jalan masuk desa ada merek hotel The Virgo,kami check in disini dengan rate Rp120ribu semalam,rasanya kami masuk hotel bintang lima saat itu.selesai mandi dan cuci pakaian aku langsung tertidur pulas.
Pagi jam 6 di desa Balai berkuah masih sepi kami keluar hotel lebih awal untuk mencari bengkel sepeda untuk membeli ban sepeda,kami menemukan satu satunya bengkel  sepeda motor yang menjual ban dan peralatan sepeda.
Kami lanjutkan siang itu mengayuh menuju Sandai,Ng Tayap. Hampir setiap sore kami diterpa hujan,mungkin ini cara Allah menetralkan suhu tubuhku yang kepanasan disiang hari lalu sorenya didinginkan pakai hujan.
Memasuki tapal batas Kalbar/Kalteng kembali tanjakan lebih ganas lagi kemudian Tanjakan Jembatan sei Tunga di Kalteng terjal kemudian disambut tanjakan yang setengah mati lalu belok tajam kekiri dan nanjak lagi,aku lihat mobil yang menanjak kesitu meliuk kiri kanan jalan untuk mensiasatinya agar jangan melorot kebawah,aku tercenung perhatikan dari jauh.
Dibelantara hutan yang sunyi tersebut terdengar lenguhan mobil mobil mengangkat bobotnya di tanjakan itu,seirama dengan nafasku yang memburu disetiap tanjakan lalu aku hibur diriku dengan kayuhan santai dan kicauan burung dan bunyi serangga hutan sepanjang jalan,tiba tiba datang rasa rinduku pada Allah,...Subhanallah.
Seminggu terakhir medan yang berat membuat tenagaku jauh merosot,aku dayung sekuatnya lalu aku turun dan jalan mendorong sepeda 38kg itu sampai puncak lalu duduk minum sambil memandang ganasnya Trans Kalimantan,Auful temanku sambil terpana mengatakan "ini adalah treck Neraka"
Aku pikir juga begitu,aku sudah mencoba tanjakan tobat di perbatasan Riau jambi dan aku sudah coba tanjakan Subulusalam aceh,tanjakan gunung geuter di Aceh atau tanjakan Kasi ke Luang prabang di Laos atau tanjakan Tebekang serawak atau juga tanjakan Nam can di border Laos/Vietnam,tapi aku merasa inilah tanjakan paling "Ganas" yang aku kenal.
Alhamdulillah kami bisa lolos keluar dan masuk peradaban lagi sampai di Pangkalan Bun kota waringin barat,kami akan istirahat di sini sehari atau dua hari untuk pemulihan badan yang sudah luluh lantak selama diperjalanan dan mencari toko sepeda untuk perbaiki roda sepedanya yang belong dan spoke atau jeruji sepeda Auful yang putus.

Friday, October 28, 2016

16.Tour de Borneo_Tayan hulu ke Tayan hilir

Sehabis subuh yang masih gelap itu sarapan mie goreng dan kopi sudah dipersiapkan oleh istri pak Sujiman untuk kami,pak sujiman sendiri tidak biasa makan pagi beliau hanya menemani kami dimeja makan.
Aku agak malu hati juga merepotkan keluarga ini di pagi subuh itu.
Perlengkapan sepeda aku dan auful sudah siap berangkat.
Reza putra (6thn), si kembar Sara/sari (7thn) putra putri pak Sujiman memegang tanganku sambil menanyakan "kakek koq cepat sekali perginya,kapan lagi kesini?" Aku terenyuh mendengarnya,merekalah yang menyambut kedatangan kami kemarin dengan beberapa kawannya ,mereka mengelilingi kami sambil melihat lihat sepeda dan muka kami,seakan akan kami mahluk aneh yang baru turun dari langit dengan sepeda ajaibnya...aku candai mereka sampai kaget kaget dan terpingkal pingkal lalu aku mendongeng,mereka senang mendengarnya.
Aku rangkul mereka bertiga dan mengatakan "kalian berdoa dan minta pada Allah supaya kita ketemu lagi lalu kalian belajar supaya pintar agar bisa nyari kakek nanti"
Aku salami keluarga itu satu per satu  lalu kami berangkat mengarahkan sepeda ke jalan raya menuju arah Tayan hilir.
Sambil mendayung pelan aku doakan keluarga tersebut agar dilimpahkan pada mereka segala kebaikan dan kemudahan.
Jalan pagi jam 06.30 masih sepi mobil masih satu satu,sampai di simpang tiga tanjung kekiri adalah ke serawak sedangkan kami belok kanan ke arah Tayan hilir.
Setelah satu jam kemudian kami sampai di pasar Sosok,kami mampir kepasar untul membeli kacamata hitam pengganti kacamata hitamku yang patah karena terengut waktu buka terburu buru mau pipis..hiik..
Bekal roti dan supermi kami beli lagi untuk persiapan dijalan ketika tidak ditemukan warung atau makanan halal nanti. Jalan mulai turun dan naik serta berdebu,memasuki daerah Batang Terang beberapa ruas jalan tidak ada asphal nya sama sekali,aku merasa masuk ke zaman primitif lagi,hanya satu dua mobil kesini.
Debu yang berterbangan menambah susahnya pernafasan kami.
Di jalan yang tidak beraspalt ini kadang kadang dipenuhi batu batu sebesar tinju ada yang bulat dan ada juga yang runcing,hal inilah yang membuat sepedaku kadang oleng dan hampir terpeleset. Sekitar jam 10 udara panas mulai menyengat,tiba tiba aku merasa oleng dan ternyata ban sepedaku kempes,kami berhenti di pesawangan yang tidak ada penduduknya untuk ganti ban dalam mobil. Udara panas membakar tubuh kami selama berada dijalan menambal ban bocorku.
Setengah jam kemudian kami berangkat lagi hingga sampai di pertigaan Ampar kearah kanan ke pontianak dan lurus ke Tayan hilir. Dipertigaan ini kami melihat ada rumah makan padang,lalu berhenti untuk makan siang.
Selesai makan siang sewaktu akan berangkat ternyata ban dalamku tadi sudah bocor lagi untuk yang ledua kalinya,lemas melihat ini,aku bongkar beban pannier dan aku coba membuka ban dalam yang ternyata bocor dibagian yang sama lalu ban dalamnya aku ganti dengan ban dalam yang sudah ditambal.jam 5 sore kami sampai di pertigaan simpang Tayan aku mulai mencari tempat menginap,tidak terlihat masjid ,lalu tidak berapa jauh dari sebelum pertigaan ke jembatan Tayan disebelah kanan jalan ada hotel yang Hujan emas,kami arahkan sepeda kesitu dan ternyata tarifnya cukup bagus yaitu rp175ribu permalam,kami putuskan untuk nginap di hotel tersebut,perjalanan kali ini menguras tenaga,aku akan istirahat untuk pulihkan tenaga mungkin selama 2malam.

Thursday, October 27, 2016

14.Tour de Borneo Kuching to Entikong


Kuching,batu tujuh,siburan,serian,tebedu (mal),Entikong (ina)

Selasa 25 oktober start jam 07 pagi dari Kuching menuju border Entikong yg berjarak 115km.
Dua orang sahabat kami dari Kuching pak Hasan dan Pak Mimi seorang peturing juga bergabung dengan kami sampai ke Entikong.
Sebelum keluar kota kami melipir dulu ke Waterfront lalu terus menuju kearah Samarahan,cuaca cerah serta jalan mulus serta lebar membuat kami lebih lega untuk memacu sepeda lebih kencang,aku dan Auful mengikuti pak Mimik dibelakang dengan speed 25km/jam.
Di km20 km melihat ada penangkaran buaya Jong'Crocodile Farm. Kami singgah disana. Kebetulan jamnya bertepatan pula dgn jam 11 yaitu waktunya pemberian makan buaya,sungguh kesempatan langka,kami jalan di area yang luas serta penataan ruang yang nyaman,berbagai kehidupan buaya dan lingkungannya di perlihatkan di satu ruang pameran,perutku rasa mual sewaktu melihat documentasi proses pembedahan perut buaya untuk mengeluarkan korban manusia yang dimakannya...manusia utuh terlihat dalam perut buaya serta ada yang juma kaki orang didalam perut buaya yang lain,menonton kehidupan buaya dalam waktu yang terbatas sangat disayangkan hingga kami hampir lupa kalau border Entikong tutup jm 17:00,sementara perjalanan msh jauh. Kami buru2 meninggalkan tempat penangkaran buaya tersebut jam 11.45.
Tak lama kemudian turun hujan lebat. Kami tetap mengayuh sepeda ditengah hujan lebat. Jam 13:00 kami sampai di Serian yg merupakan kota kecil yg berjarak 60km dari Kuching. Hari mahsih hujan,kami istirahat mkn siang dgn pakaian yg masih basah melekat dibadan. Hanya berselang sebentar, kemudian kami melanjutkan perjalanan. Berpacu dgn waktu dan jarak. Sebelum jam 17:00 mesti harus sampai di border. Kalau tidak resikonya terpaksa bermalam diperbatasan malaysia yg tdk ada penginapan. Kondisi jalan turun naik cukup tinggi. Bahkan ada satu tanjakan bukit Tebekang yg lumayan menyiksa tanjakannya dgn kemiringan sktr 45derjat dgn panjang sktr 300m,konon inilah katanya Tanjakan yang paling "sangar" di Seantero Serawak,dari kejauhan pada jalan yang datar tanpa turunan aku lihat tanjakan tersebut,tidak ada kesempatan untuk rolling penurunan tapi langsung nanjak inilah yang memberatkannya,Namun pelan pelan aku mengayuh sepeda dgn total berat hampir 38kg termasuk tas pannier dan barang bawaan lainnya kami sampai dipuncaknya,sungguh perjuangan yang melelahkan,kami rayakan keberhasilan tersebut di puncak tanjakan Tebekang dengan berfoto bersama.
Border Tebedu/Entikong masih 40km lagi, turun naik bukit meskipun tidak setinggi dan securam bukit Tebekang. Namun tenaga terkuras habis. Jalan mulus menguntungkan Kami memacu sepeda lebih laju hingga 35km/jam. Rasa capek, rasa sakit perih di selangkangan dan kobdisi jalan yg turun naik  sdh tidak kami hiraukan lagi. Kami berusaha mengayuh sepeda secepatnya. Akhirnya jam 16:15 kami sampai di border Tebedu. Sambil terengah engah badan penuh keringat dan bau kami menuju konter imigrasi malaysia utk mendapatkan cap passport,Untung tdk ada antrian dan lagi sepi,sewaktu pasporku di cek hampir saja aku dapat masaalah karena pasporku basah dan sulit di scan komputer,tapi beberapa lama berhasil juga.Rasanya sangat lega begitu masuk wilayah Entikong indonesia. Tak lama setelah kami masuk wilayah indonesia, pintu gerbang kedua negara ditutup. Aktifitas keluar masuk kedua negara baru bisa dilanjut besok harinya.  Berhubung hari sdh masuk magrib, kami putuskan utk menginap di Boder Entikong. Kebetulan pak Hasan punya kenalan orang entikong menawarkan kami untuk menginap di komplek sekolah. Tempatnya lumayan nyaman utk ukuran peturing yg biasa camping atau tidur di Masjid. Setelah berembuk, ahirnya kami putuskan untuk menginap disekolah itu. Besoknya kami melanjutkan perjalanan menuju Tayan dan sahabat Malaysia kami pak Hasan dan pak Mimik kembali ke Kuching.

Sunday, October 23, 2016

12.Tour de Borneo Lundu Kuching.

Petugas hotel Gading  belum terlihat sewaktu kami akan check out pagi jam 06 waktu setempat,kami tunggu be erapa saat sambil aku memperbaiki standard sepeda yang agak longgar lalu petugas hotel fatang kami serahkan kunci lalu menuju pasar yang masih sepi,persis dibelakang hotel ada kedai muslim,namanya Haji Sulong,dua porsi roti cane dan satu gelas teh tarik mengisi perutku pagi itu dan Auful memesan nasi ayam.
Selesai sarapan sepeda kami arahkan ke "Laboh raya" menuju Kuching,masuk labuh raya aku melihat palbatu 78km ke Kuching.
Dalam hati aku berpikir kalau dengan kondisi jalan yang mulus seperti ini mungkin bisa kami selesaikan dalam 3jam ke kuching.
Jalan ke kucing dari lundu ada dua pilihan pertama jalan pendek dan naik turun melalui daerah Sempadi yang tidak ada desanya,pilihan kedua melalui kota Bau melalu labuh raya dan ada perkampungan di be erapa tempat. Akhirnya kami memutuskan lewat Bau saja karena ada desanya lalau kami kelaparan.
Jalan lurus menjelang kampong Silok sepeda kami pacu kencang lalu aetelah ailok mulai naik turun,terasa berat sekali karena panas yang menye gat,air minumku mulai menipis tidak ada warung ditemui.
Jam 12 kami belok kiri di kilometer 31 kuching kemudian tidak berapa lama terlihat cafe di aebuah bangunan permanen lalu kami mampir disitu.
Warung suku Dayak ternyata,Kami pilih makanan halal dengan cara pesan ikan goreng dan tidak boleh ada babinya.
Minuman kami isi lagi lalu lanjut ke kuching yang masih 27km lagi,suasana kota mulai terasa dengan banyaknya kendaraan lalu lalang.
Hembusan angin kendaraan yang kencang kadang membuat aku agak terhuyung.
Memasuki kota kucing di km10 sudah tidak ada penunjuk jalan lagi,kami harus bertanya tanya daerah water front yang ada hotel Arif atau identik dengan hotel muslim atau hotel Melayu,belum sampao water front ada masjid Jamik sepeda kami arahkan kesitu dan sewaktu ditanya kesalah seorang pejalan kaki dia menunjuk ke dekat masjid,akhirnya dengan menuntun sepeda di sepanjang trotoar kami sampai di Hotel Arif.
Kami pesan kamar yang harganya setelah di discount 30% (khusus untuk pesepeda) menjadi $ malaysia 49 oer malam atau sekitar Rp180 rupiah per malam.
Aku belim mempunya sim card malaysia karena timggal tiga hari rasanya pemborosan jadi aku hanya menggunakan Free WiFi hotel saja dan aku minta tolong petugas hotel menelpon pak Hasan orang Kuching yang bertemu waktu acara tour de sail Karimata dulu. Pak Hasan datang ke hotel kami lalu menawarkan makan malam sehabis magrib di kanti Arif.
Malam ini sehabis isa kami berkumpul bersama pesepeda Kuching diantaranya pak Hasan,pak Zikri,pak Mimi bekas atlit balap sepeda Malaysia,mereka umumnya mengenal baik kawan kawan Pontianak karena sering mengadakan acara bersama.
Jam 10 malam kami kembali ke hotel untuk istirahat.

11.Tour de Borneo Border Aruk dan Biawak

Kami sampai di border Aruk,hujan kembali turun,kami melapor ke pos TNI dan petugas mencatat data kami sesuai yang ada di Paspor masing masing,mereka sangat respect melihat kami pesepeda jarak jauh apalagi disepedaku ada bendera merah putih yang harus dipertaruhkan kewibawaannya.
Pos berikutnya kami masuk ke ruang imigrasi Indonesia,hanya kami berdua yang ada akan melintas waktu itu jadi petugas immigrasinya berpakaian preman saja dan bisa lebih santai melayani kami,dari petugas aku ketahui perbatasan Aruk baru dibuka resmi dengan adanya petugas immigrasi lebih kurang 2bulan yang lalu dan sebelumnya orang masuk Malaysia harus cap paspor melalui border entikong.
Kami sempat foto bersama dengan petugas immigrasi,terlihat kantor perbatasan sedang dibangun baru,mudah mudahan cepat selesai supaya lebih nyaman dan berwibawa.
Jam 15wib kami lanjut jalan dizona netral ke immigrasi Malaysia yang berjarak lebih kurang 300meter.
Bangunan permanen dan terlihat bersih disitu berkibar bendera Malaysia dan bendera serawak,aku agak kikuk pintu mana harus dituju karena hanya kami berdua yang akan melapor. Kaca gelap dimasing masing kounter aku intip tapi tidak ada petugasnya,lalu aku beranikan diri masuk keruang kantor petugas dan bertemu dua orang berpakaian preman dan dipinggangnya terselip pistol,aku ucapkan salam dan menanyakan petugas immigrasinya,lalu aku disuruh tunggu untuk dipanggilkan petugas immigrasinya,kami sempat berfoto foto disitu,10 menit kemudian baru muncul immigration officernya,paspor kami perlihatkan untuk di cek dan di stamp tidak banyak pertanyaan waktu.Dengan ucapan Bismillah aku dan Auful menapakan kaki di negara tetangga Serawak Malaysia.
Kami menuju kampung Biawak namanya lalu belok kekanan ke Labuh raya Biawak,hujan sudah reda tinggal pakaian kami dibadan yang masih lembab kena hujan tadi.
Aku lihat sudah jam 15.30wib berarti waktu setempat jam 16.30,beda 1jam dengan waktu kndonesia barat.
Udara terang dan cerah kami pacu sepeda di jalan yang mulus tersebut.
Aku merasa masuk peradaban baru ketika melihat jalan yang bagus bersih pinggirannya serta lengkap tanda tandanya,dipinggir jalan terlihat rumah penduduk yang letaknya agak berjauhan,ada rumah panggung dari kayu dan ada juga dari bata namun kesannya bersih dan jalan masuk dari jalan umum ke halaman rumah juga diaspal jadi kesannya rapi,dibawah rumah panggung umumnya ada mobil yang diparkir.
Masyarakat yang melihat kami melempar senyum dan kadang melambai kami.
Tujuan kami adalah kota Lundu yang berjarak 25km jalan sedikit naik turun,tidak terlihat satupun masjid hanya ada gereja di beberapa tempat,etnis yang mendiami daerah ini umumnya suku Dayak yang beragama katolik Roma,bahasanya sulit aku mengerti.
Memasuki kota Lundu hari sudah gelap,aku arahkan sepeda kesebuah mini market untuk menanyakan penginapan yang ada dikota,lalu salah seorang pengunjung dengan baik hati bersedia mengantarkami ke hotel Gading tidak jauh dari situ.
Kami masuk hotel gading yang sederhana dengan kamar mandi diluar seharga $40 ringgit Malaysia atau seharga rp150ribu semalam.
Malamnya kami keluar mencari makan tapi tidak ada restoran muslim,akhirnya di satu kantin kami pesan nasi goreng pakai goreng telor.