Pages

Thursday, December 6, 2018

2.Jelajah eropa"Hujan angin antara Trittau dan Bremen"

Pagi jam 7 Bodo dan istrinya menyiapkan kami dengan sarapan pagi,rasa seperti dihotel saja kami layani nya,lalu sekitar jam 8 pagi suami istri Bodo dan Bretta berangkat kerja,kami juga tak berapa lama lalu berangkat ke Hamburg yang berjarak 298km.
spandau pagi itu terlihat cerah malahan panasnya sedikit agak menyengat,sore temperatur bisa turun sampai 8c,kami melewati beberapa kota dan kadang pedesaan dengan ladang ladang pertanian yang luas,dijalan kami numpang nginap dirumah penduduk lokal.
Tiga hari kemudian kami sampai di sebuah desa Trittau ditimur Hamburg disini kami menginap di rumah Oti keponakannya Joker yang bersuamikan seorang Jerman mualaf.
Oti Mathias
danau di Tritou
Desa Trittou terasa tenang karena disitu tidak banyak penduduk,desa tua yang bersih dan tertata rapi dan bersih. Kami istirahat didesa ini selama tiga malam,hari kedua aku dan joker dengan ditemani suami Oti Mathias pergi berkunjung ke KBRI,siangnya kami bertiga sholat jumat di Masjid Indonesia yang ukurannya agak kecil. Selesai jumatan kami bisa beramah tamah dengan para jemaah indonesia.
Sholat Jumat di KJRI Hamburg
Bapak Bambang Susanto sebagai Consul General di Hamburg
kami bertemu dengan pak Bambang Susanto sebagai Consul General di Hamburg. Aku menceritakan misi kami untuk promosi wisata Riau dan charity ride untuk pesantren Darussalam di Rumbai.
Setelah menelusuri kota,sampai ke Hamburg Harbour yang 40tahun yang lalu pernah aku kunjungi tapi bentuknya sudah berubah namun bangunannya masih yang lama dan terawat. Bangunan bangunan tua membuat uniknya sebuah kota,susunan bata merah mendominasi setiap bangunan yang berarsitektur eropah. Kami menelusuri sudut sudut kota yang pasti terhubung dengan jalan khusus pesepeda,hingga kepasar ikan Hamburg,Hamburg town hall dimana pusat pemerintahan kota hamburg berkantor. 
kantor pos Hamburg
Bersama Mathias di Hamburg

Setelah tiga hari dirumah Oti di Tritou lalu perjalanan kami lanjutkan ke Beremen.
Kami tinggalkan keluarga Mathias dengan berat hati,semoga Allah membalas atas segala kebaikan yang diberikan pada kami.
Hujan rintik dan angin yang amat dingin  menyertai kami,baju berlapis jeket tebal ditambah jas hujan selalu lengket dibadanku dan sarung tangan tebal namun tidak mengurangi dinginnya pagi itu.
Bremen lewat Tol
Kami ambil jalan kearah selatan melalui Zollenspieker Fährhaus,menyeberan sungai Elbe dengan Ferry harga ticket €3 per orang,hanya ada satu mobil dan dua sepeda kami saat itu.
Sampai siang hujan masih belum reda angin tetap bertiup,kayuhan kami semakin berat kena dorongan angin. 
Zollenspieker Fährhaus,menyeberan sungai Elbe
Kami cari shelter bus yang agak tertutup dari tiupan angin untuk makan siang Sepotong roti pakai selai rendang sungguh sulit untuk dinikmati karena kedinginan. Target kami ke rumah warmshower di kota Bremen tidak kesampaian karena jaraknya masih 70km lagi dan waktu sudah jam 18sore,hujan disertai angin mengguyur tubuh daguku terasa menggigil menahan dingin,aku lihat Joker sudah jauh tertinggal dibelakang namun aku terus mendayung sepeda dengan harapan menemukan tempat berteduh aku sampai disatu pertokoan di kota Tosted dan coba mencari satu sudut teras toko untuk berteduh,tidak ada lagi yang kering ditubuhku,semuanya sudah basah kuyup. Pemilik toko memandang aku agak heran bercampur kasihan melihat aku dan Joker yang baru muncul,aku menyapa pemilik toko tersebut dan minta izin istirahat didepan tokonya. Hand phoneku yang terbungkus plastic aku keluarkan lalu mencari salah satu host warmshower satu warmshower terdekat. Sebetulnya meminta host warmshower dengan cara menelpon biasanya agak jarang yang berhasil karena biasanya host tersebut kurang yakin siapa tamunya beda dengan request melalui applikasi akan lebih meyakinkan tuan rumah untuk menerima tamunya,apalagi dalam waktu pendek atau hari yang sama kadang kadang host tersebut belum ada persiapan atau ada acara lain.
Tapi karena terpaksa keadaan aku mencoba juga untuk menelpon salah satu host yang ada di area tersebut,Alhamdulillah dari dua host yang aku coba telpon akhirnya ada satu yang mau menerima kami untuk menginap malam itu. 
Rumah nyonya Schlingel yang akan jadi tuan rumah kami malam ini masih berjarak 12km lagi yaitu didaerah Eggensbergmoor,cuaca dingin dan angin yang mendorong terasa berat sekali,aku melihat joker sudah kedinginan sekali aku sangat mengkhawatirkan keadaannya,aku terus melihat spidometer rasanya lama sekali untuk menempuh 12km tersebut,mulutku tak henti henti minta kami agar dikuatkan oleh Allah. 
Lebih kurang sejam kemudian kami sampai di suatu daerah pertanian di pinggir hutan terlihat satu satunya rumah penduduk didaerah tersebut. Aku agak ragu apakah benar ini rumahnya,aku ingat film film phsycopat dirumah rumah terpencil di eropa. didepan rumah terlihat garasi mobil yang berantakan beserta alat alat yang berserakan.
Tidak ada tetangga atau pun orang untuk bertanya,aku beranikan diri untuk mengetok pintu nya sambil mengucapkan "Good evening", tapi tetap sunyi tidak ada jawaban,aku ulangi lagi mengetuknya baru kemudian dua orang anak remaja putri membukakan pintu.
warmshower Schlingel di
Eggensbergmoor
Schlingel family
Kami dipersilahkan masuk,seorang ibu ibu separoh baya keluar dari kamarnya lalu mengucapkan selamat datang pada kami. lumayan bahasa inggrisnya cukup bisa aku mengerti dan terlihat ramah pada kami. Suaminya saat itu belum pulang dari kantor.
Ibu Schlingel menunjukan kamar yang sudah dipersiapkan dan dia akan mempersiapkan makan malam untuk kami sementara kami mandi dan ganti pakaian yang basah.
suami ibu schlingel adalah seorang guru di junior high school dan ibu itu sendiri adalah pendidik untuk anak kemampuan khusus.
Sewaktu akan makan malam aku lihat suami sudah pulang dan menemani kami makan malam dengan sajian pasta kacang merah,beef steak serta roti,rasanya makanan ini terlalu mewah untukku. kami mengobrol hampir satu jam dengan keluarga schlingel nampak mereka begitu ingin tahu dan tertarik dengan Indonesia.
Rumah yang nyaman karena ada pemanas membuat mata ngantuk ditambah rasa capek setelah mendayung sejauh 110km.
Paginya selesai sarapan kami pamitan dengan keluarga Schlingel lalu mendayung menuju rumah pak Maemun di kota Bremen yang berjarak 70km.
Aku taat mengikuti arah yang ditunjukan Google map,tapi kadang kadang ada jeleknya karena kali ini kami dibawa mutar ke jalan sepeda di park yang keluar masuk hutan dan pernah juga masuk kejalan yang tertutup karena ada perbaikan,kami terpaksa ambil jalan alternatif hingga bisa sampai di tujuan dengan kerugian waktu yang banyak.
generator angin bagai tumbuhan jamur
Suasana kota mulai terasa Dua belas kilo menjelang rumah pak Maemun di daerah  Vegesacker Str. 200a, 28219 Bremen. Hujan rintik rintik dan udara mulai dingin sepeda kami pacu mulai dari utbremer str sampai rumah,disatu persimpangan kami disapa oleh suami istri Indonesia yang bekerja di Bremen,mereka merasa haru dan tak menyangka ada orang indonesia bersepeda memakai bendera indonesia untuk keliling eropa,kami foto foto dulu lalu lanjut perjalanan. Jam 18 kami sampai di rumah/flat Vegesacker Dimana pak Maimun tinggal menetap.
Pak Maemun seorang Doktor bidang Robotic dan Automatic dan bekerja di perusahaan Air bus sebagai peneliti dan pengembangan tekhnologie,istri beliau sedang mengambil gelar doktor dalam bidang bahasa. Keluarga sholeh yang punya anak masih balita adalah seorang alumni dari sebuah pondok pesantren di cirebon.
Disini kami menginap dua malam dan besok pagi kami akan lanjutkan perjalanan kearah perbatasan Belanda menuju Den hag.(bersambung)
Keterangan gambar.
1.penunjuk arah menuju Bremen
2.disambut consul general RI di Hamburg bpk Bambang susanto
3.di ferry penyeberangan menuju Bremen
4.di depan Hamburg town hall.
5.rumah warmshower di Eggensbergmoor













gereja protestan di Tritou









No comments:

Post a Comment