Pages

Tuesday, March 27, 2018

8.Trans celebes cycling xpdc_Terjebak Longsor di desa Bronko.

Terjebak Longsor di desa Bronko.
Inalillahi wa inailahi rojiun,....
Inilah ucapan untuk mengawali
Pagi ini jam 09.00 wita,saat ini kami (om Bam Bang Trave,om Widodo Abdul dan om Syaifull Syaifull) akan melewati desa Blonco,kec Sinonsayang,amurang Minahasa selatan,terjadi tanah longsor banjir Bandang dari bukit Blonko,penduduk setempat panik berlarian di jalan raya kearah selatan searah kedatangan kami dari desa Boyong. Terlihat mereka membawa barang yang bisa diselamatkan. Sepeda kami tempatkan di zona yang dirasa aman lalu aku berusaha mencari sumber longsor dan berpapasan dengan masyarakat yang terlihat panik,menangis,berteriak memanggil keluarganya,timbunan tanah campur lumpur terlihat menutupi beberapa unit rumah dan jalan aspal trans Sulawesi yang menghubungkan sulut dengan Gorontalo,menurut penduduk setempat longsor sudah dimulai sejak malam disusul pagi sewaktu kami lewat.


Saya belum dapatkan info apakah ada korban atau tidak,petugas kepolisian sudah ada yang datang untuk evakuasi masarakat ketempat aman,sampai saat berita ini saya buat belum terlihat team evakuasi atau pembersihan jalan utama ke Manado yang terputus akibat tanah longsor ini,sehingga sepanjang jalan dipenuhi kendaraan yang terjebak tidak bisa lewat,dari sumber lain mengatakan jalan akan dibersihkan menunggu tanah stabil dulu tapi entah berapa lama harus menunggu. Aku mencari alternatif naik perahu melewati laut ke ujung jalan arah manado tapi tukang perahu juga enggan membawa kami karena gelombang laut tinggi sangat berbahaya. Insya Allah kami akan tunggu disini dengan masyarakat setempat,mohon doanya...salam dari Minahasa selatan.
Saat ini sudah jam 15 sore ,hampir 5 jam kami menunggu tapi kelihatannya banjir bandang di desa bloanko kec sinonsayang tidak mungkin bisa berakhir hari ini karena hujan masih berlangsung terus dan pembukaan jalan yang tertimbun tidak mungkin bisa dilakukan.
Posisi kami saat ini berada diantara bukit dan Pantai,jalan raya dipenuhi kendaraan dan penumpang ditambah penduduk lokal yang terlihat kebingungan dan ketakutan,aku juga merasakan perasaan galau itu terbayang seandainya longsor juga terjadi dibukit dekat tempat kami sekarang tidak ada tempat untuk berlindung ataupun melarikan diri.

tidak ada tempat untuk berlindung
Kami mengambil keputusan untuk kembali ke daerah aman dengan menumpang bus bus yang terjebak dan akan kembali ke Gorontalo atau cari jalan alternatif ke Manado.
Sopir bus Harvest yang dari tadi nongkrong akhirnya menyerah dan mereka akan pulang mencari jalan alternatif ke Manado,dengan bus ini akhirnya kami diizinkan menumpang keluar ke daerah aman,kami sudah tidak peduli mau dibawa kemana yang penting cari daerah aman dulu.
Sepeda dan barang sudah kami loading di bus lalu kami cari makan siang warung muslim dan istirahat serta sholat di masjid Almuhajirin yang berjarak 500meter dengan bus.
Hujan masih terus mengucur ,kami berteduh di rumah warga tiba tiba terlihat bus harvest yang kami tumpangi jalan balik kearah selatan,kami berempat sempat kaget lalu berhamburan dalam hujan lebat mengejar bus seperti atlit sprinter 100meter,sambil berteriak memanggil bus,orang ramai diwarung ketawa geli dan keheranan melihat kami lari terbirit birit,akhirnya setelah 300meter bus berhenti,kami naik bus dengan badan basah kuyup seperti ayam kehujanan,sambil ngos ngosan mengatur nafas saya tanya sama supir bus rencana mau kemana dia menjawab sambil becanda "kita akan kembali ke Palu om" katanya...aduuh masih sempat becanda dia,Palu kan di sulawesi tengah,..??aaah sudahlah,aku sudah ngga peduli kemanapun dibawa yang penting keluar dari daerah rawan longsor tersebut.
Dibandingkan menunggu yang tak jelas lebih baik berangkat dan kita masih punya harapan dan tujuan saat ini. Om syaiful mencoba buka gps memastikan posisi kita ternyata posisi mengarah ke selatan dan sebelum kota Baroko dan di desa Nanasi  belok kiri menuju kota Mobagu dan menelusuri jalan yang ujungnya sampai di danau Moat danau kecil dan jalan yang jarang dilewati kendaraan, ranting ranting pohon yang rendah sering tertabrak badan kendaraan yang menimbulkan bunyi pletaak..pletuuk..sopir bus agak kewalahan menelusuri jalan kecil yang belum dikenalnya di malam yang gelap tanpa penduduk,perasaan agak tegang juga dengan kodisi jalan yang kecil dan berlobang lobang ini,aku coba perhatikan di google map nama jalan nya trans kota mobagu-dan akhirnya setelah 8jam perjalanan kami keluar dekat benteng Portugis Amurang dan tembus ke jalan trans sulawesi kabupaten Amurang yang posisinya sudah melewati tempat bencana longsor Blonco. Bus mulai berjalan normal tenang di pagi yang dingin itu....
Aku lihat om Bambang,om widodo terkulai layu tidur mengikuti goyangan bus di bangku paling belakang dan didepannya berjejer sepeda kami,kami terlalu lelah untuk mengamankan sepeda agar tidak lecet,dan ternyata sewaktu sampai di Manado beberapa bagian dari frame sepeda ada yang lecet.
Aku duduk di kursi kedua dari belakang disebelahku om syaifull yang tertidur pulas,begitu juga mataku mulai terpejam diayun lembut bus dijalan yang mulus hingga kernet bus membangunkan ku bahwa kita sudah sampai di kota Manado,aku lihat jam menunjukan jam 00.30 tengah malam dan hujan masih turun deras,tidak banyak terlihat orang disitu hanya beberapa angkot dan sopirnya menunggu dengan penawaran jasa angkutannya,dari papan nama di warung menunjukan bahwa kita berada di terminal bus Malalayang dua Manado.
Sepeda dan barang yang tempatnya berserakan di bus kami kumpulkan di lantai terminal yang basah dan becek oleh genangan hujan lalu memasang semua perlengkapan barang barang di sepeda,ada beberapa sopir angkutan yang menawarkan jasanya untuk mengantar kami ke penginapan,tapi dengan halus kami tolak karena kami mengatakan akan pergi ke masjid.
Tengah malam yang sepi masih diliputi hujan rintik rintik sepeda kami bergulir lagi menuju ke masjid Asmaul Husna di kecamatan Malalayang yang tidak jauh dari terminal bus,tidak ada marbot atau penjaga masjid waktu itu tapi Alhamdulillah pagar masjid tidak di kunci jadi kami masuk saja dan sholat serta istirahat di teras masjid. Subhanallah terasa lega setelah badan di keringkan dan melakukan sholat magrib dan isya yang di jamak takhir. Selesai subuh kami dapat pesan singkat om Herri parera dari komunitas sepeda Manado bahwa beliau menjemput kami hingga akhirnya bertemu di sebuah warung nasi briani di jalan RW Mongonsidi kearah Pineleng. Selesai sarapan kami lanjut  ziarah ke makan Tuanku Imam Bonjol di sebuah desa Lota.

Makam Tuanku Imam Bonjol
Desa Ĺota  saat ini adalah sebuah desa kecil di Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tak jauh dari Kota Manado. Jarak tempuhnya hanya sekitar 9 km jalan cukup datar sedikit ada rolling terasa enak untuk bersepeda pagi itu,di samping jembatan,belok kiri ada sebuah gapura bertuliskan ‘Gerbang Menuju Makam Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol’. Kami masuk ke jalan kecil beraspal dan menanjak,dipinggir jalan ada beberapa rumah penduduk.
Semakin ke dalam, Lota terkesan tenang, asri dan sejuk. Tak heran terdapat beberapa biara Katolik di sini. Tempatnya memang cocok bagi para pencari keheningan,tapi tentu berbeda dengan perasaan Tuanku Imam bonjol disaat diasingkan oleh penjajah ke situ dan di pisahkan dengan sahabatnya kedaerah asing tidak berpenghuni pada tahun 1854 silam. Setelah lebih kurang 3km menajak kami sampai di sebuah lokasi di sebelah kanan kami ada masjid Imam Bonjol dan di seberang Mesjid Imam Bonjol, kamboja merah muda tumbuh subur menjadi bingkai penghias tugu informasi makam Sang Pahlawan Nasional.
Pelataran parkir lengang dan sepi. Angin semilir menghembuskan samar aroma mawar hutan bercampur Kamboja. Taman di muka makam itu asri, sederhana namun rapi. Bunga bunga yang menghiasi jalan ke makam terlihat begitu anggun menghiasi makam sang pejuang.
Kompleks depan makam berada di area pemukimam warga, dibatasi dinding yang tidak terlalu tinggi. Sementara area makam ke belakang adalah sepetak tanah yang dipenuhi pohon rindang dan rumpun bambu, terus menurun hingga ke tepian sungai berair deras.
Atap Bagonjong mengingatkanku akan kampung halaman menjadi penanda yang khas dari Rumah Adat Minangkabau di belakang taman.
Menapaki tangga kira-kira 25 pijakan, bangunan bercat putih dengan tujuh pintu berteralis berdiri
senyap. Di dalamnya bersemayam Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin dalam pusara berkeramik putih.  Makam bernuansa Islam ini dipagari rantai berkeliling setinggi setengah meter. Terdapat kaligrafi ayat Alquran di bagian tengah makam.
Dinding ruangan bernuansa putih berkeramik dari lantai hingga dinding. Terdapat relief Tuanku Imam Bonjol mengacungkan tangannya di atas seekor kuda putih. Keberanian melawan penjajah tercermin dari kepalan tangan dan sorot matanya.
Secara jasmani, perjuangan Tuanku Imam Bonjol berakhir di Lotta. Tetapi, seperti terlihat dari relief di dinding keramik, ada bara perjuangan di hati dan pikirannya.

Tuanku Imam Bonjol berakhir di Lotta
Aku coba tafakur dan mengenang perjuangan dan pengorbanan beliau yang begitu mulia,terasa sendu dikerongkonganku betapa berat beban mental yang harus dipikulnya saat itu,sebagai rasa hormatku aku panjatkan doa semoga beliau di tempatkan di alam sana bersama orang orang sholeh yang dimuliakan Allah..amiiin
Tidak jauh dari komplek makam kira kira 600meter turun menuju sungai Malalayang kiri kanan ditumbuhi pohon bambu.
Ada satu batu alam sebesar 1x2meter yang permukaannya datar dahulunya terletak  persis di pinggir sungai tapi sekarang sudah di pagar dengan bangunan sebagai mushala,konon dibatu itu adalah tempat sang Imam menunaikan sholat,saya agak kaget juga karena dibatu itu dirumahkan dan disatu sudut ada dupa entah apa maksudnya dupa itu,mudah mudahan jangan terjadi praktek kesyirikan disitu.
Masuk waktu dzuhur kami sholat di masjid Imam Bonjol kemudian kami meninggalkan komplek makam menuju kota dan menginap di rumah om Heri parera.
Manado Tugu titik nol,berakhir disini
Besok tanggal 13 Februari 2018 adalah hari ke  28 perjalanan sepeda xpdc kami di pulau Sulawesi,dimulai dari Makasar ujung selatan sulawesi sampai ujung utara sulawesi yaitu Manado sampai disini kami ingin beristirahat dulu setelah menempuh perjalanan sejauh lebih kurang 2000km dengan segala suka dan duka. Pencapaian ini bukanlah karena kehebatan kami tapi semua ini semata mata atas karunia dan izin Allah.
Pesan moral dari perjalanan ini "untuk mencapai tujuan percaya pada diri sendiri tetaplah bersemangat dan berdoa".
Terimakasih pada para pembaca yang telah sudi mengikuti dan memberikan doa pada kami selama di perjalanan dan sampai jumpa di perjalanan berikutnya..









No comments:

Post a Comment