Pages

Thursday, March 8, 2018

2.Trans celebes cycling xpdc_Ramang2


RAMANG-RAMANG dan DESA BERAU

Kamis 18 january 2018 adalah hari ke empat safar kami,pagi ini kami menuju Desa Ramang ramang Maros,rencana yang mendadak yang tercetus tadi malam.

Tahun 2010 aku sudah pernah berkunjung kesitu tapi rasanya ingin kembali lagi dan mudah mudahan bisa camping dan berbaur dengan penduduknya di lembah Ramang ramang tersebut.
Kami berangkat jam 7.30 pagi,udara pagi masih cerah. Sepeda yang sarat beban kami kayuh dari daerah gowa kearah Maros,jalan raya Palopo Makasar pagi itu agak ramai sehingga sepeda kami kadang menyempil diantara mobil mobil.
Dusun Ramang-ramang berjarak 50km dari tempat kami di Gowa,bisa kami tempuh dengan sepeda dalam 2jam,Jika menggunakan transportasi umum dari Makassar, kita dapat naik Pete-pete (angkot) jurusan Terminal Regional Daya, lalu lanjut naik Pete-pete jurusan Pangkep. kami belok di Pertigaan Semen Bosowa, Dari Pertigaan Bosowa bisa naik ojek atau naik Pete-pete lagi, kalau ingin hemat dengan alasan sehat boleh aja jalan kaki, karena jaraknya kira-kira hanya 500 meter. Ada plang tulisan Dermaga Ramang-Ramang segede gaban.
Didermaga yang terbuat dari kayu terlihat beberapa orang yang sedang ngobrol dan ada juga yang sedang bermain catur sepertinya mereka pemilik perahu sewa yang sedang mengisi waktu sampai penumpang datang. Aku dekati seorang muda lalu menanyakan jasa perahu/jollorow untuk membawa kami 5 orang berikut  sepeda ke Ramang ramang,ternyata disitu sudah ada tarif resmi pemumpang yaitu untuk 5 sampai 7 orang ongkosnya Rp250ribu dan sepeda gratis,harganya cukup wajar menerutku dan tanpa menawar kami menyetujuinya.
Lima sepeda kami loading keperahu,perahu bergoyang kiri kanan lumayan gamang juga rasanya membayangkan kalau jatuh. Selesai loading kami langsung berangkat,tidak ada penumpang lain tapi hanya kami berempat ditambah om Daeng Milli yang setia menemani kami sejak dua hari ini.
Sungai yang begitu jernih,terik matahari dinetraliair oleh semilirnya angin ke muka kami,kawan kawan sibuk memanfaatkan momen tersebut dengan jepertan kameranya

“Karst merupakan gugusan tebing Cadas yang terbentuk oleh erosi bawah tanah batuan seperti Batu Kapur dan Marmer yang larut dalam air. Kawasan ini juga dikenal sebagai Hutan Batu terbesar dan terindah kedua di Dunia setelah Karst di Yunnan, Cina Selatan, Cina. Kawasan Karst Maros sendiri terbentuk oleh batuan gamping sejak ribuan tahun yang lalu.membentang di wilayah kabupaten Maros dan kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, dengan luas sekitar kurang lebih 40 ribu hektar. Keunikan karst Maros-Pangkep terletak pada bentuknya yang seperti menara dan benteng batu yang berdiri sendiri maupun berkelompok membentuk gugusan pegunungan batu gamping yang menjulang tinggi dengan berbagai macam bentuk yang unik, ada sebuah menara batu yang jika dilihat dari titik yang pas akan membentuk siluet wajah. Karst Maros-Pangkep yang merupakan bagian dari Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung adalah surga bagi pecinta alam.
Perahu kami memasuki satu terowongan batu,seolah olah masuk kealam lain aku ingat sebuah film fiksi the Ring of fire kalau ngga salah.
Lebih kurang empat puluh lima menit kami menelusuri sungai bakau dengan batu batu kars nya akhirnya kami sampai di Kampung Berru,kelihatan sepi di dermaga tradisionalnya ada seorang petugas perempuan tradisional yang ramah menyapa kami,sepertinya ini adalah bagian informasi wisata. Aku menanyakan posisi yang bagus untuk camping lalu dia menunjukan ke suatu lembah yang disitu ada sungainya,tapi saat ini tempat itu terlalu becek untuk camping jadi dia menyarankan kami untuk tinggal di balai balai diatas kolam dan berdekatan dengan rumah pak Dg Ajji seorang tetua di kampung tersebut.
Kami bermalam di balai tersebut,indah sekali bentuknya,aku ingat cottage di Maldivest yang menjorok ke pantai.
Sekeliling kami cadas kars dan dibawahnya membentang sawah dan kolam lebih kurang 10hektar. Kami tidur diudara terbuka di hiasi untaian hutan dan sawah serta nyanyian serangga malam.

Darwis anak pak Daeng Ajji datang bertandang membawa goreng ubi dan kopi panas,subhanallah...tanpa kami minta mereka mengerti apa yang kami impikan saat itu. Kami dapat informasi dari Darwis bahwa penduduk kampung tersebut adalah satu nenek  dari tiga generasi,jadi mereka semua hidup rukun dan persaudaraan yang kuat.
Suatu gejadian yang lucu,diwaktu malam aku hendak buang air kecil ke toilet nya daeng Ajji yang melewati kandang angsa yang berada dibawah rumahnya tiba tiba aku dikejar dan diseruduk beberapa angsa,bunyi angsa bersahut sahutan membuat heboh ditengah malam itu,aku lari terbirit birit dijalan yang merlumpur,perasaanku keluarga daeng ajji tentu terbangun tapi mereka mungkin pura pura tidak tahu agar aku ngga terlalu malu...hehe.
Selain menikmati indah tebing batu, kita juga dapat menjelajahi Gua-gua disekitar karst dengan bantuan pemandu pak daeng Ajji, tentunya dengan peralatan dan pakaian yang sesuai dengan wisata jelajah,tapi kami waktu itu hanya memakai sendal jepit jadi pada putus tertarik lumpur dan akhirnya nyeker....
Gua Kingkong adalah destinasi yang menarik disitu ada tanda tanda atau jejak jejak prasejarah,lukisan kuno didinding gua.
Pagi itu sebelum keluar kampung  barru kami keliling desa sampai ke puncak tertinggi yang disitu Kita bisa mencicipi kopi panas di warung milik ibu Ros.



No comments:

Post a Comment