Pages

Thursday, March 8, 2018

5.Trans celebes cycling xpdc_masuk daerah konflik


Rantaipao-Poso 327km

Kami menginap di Rantaipao selama 2hari di masjid Agung
28/01/18 pagi sepeda kami kayuh lagi keluar kota Rantaipao jalan masih datar 10km diluar kota terlihat gugusan bukit dan jalan mulai menanjak,kirikanan pohon pinus sehingga udara yang panas sedikit teredam oleh semilir hembusan angin.
Lebar jalan yang kecil 4meter  hanya cukup untuk satu mobil sehingga kendaraan yang akan mendahului kami agak kesulitan dan lama mendunggu kesempaatan yang aman  apalagi kalau ada mobil dari arah berlawanan. Tanjakan sejauh 30km tanpa jeda cukup menguras tenaga hingga sampai dipuncaknya batas Kabupaten Toraja utara dengan Kabupaten Palopo kami istirahat memulihkan tenaga. Memasuki kecamatan Battang kabupaten Palopo terasa nyaman sekali karena penurunan sejauh 30km sampai desa Battang,tidak perlu dayung sepeda hanya mengontrol kecepatan dengan rem hingga tangan terasa pegal juga,kalau dibiarkan lepas hingga sampai 60km/jam tapi resikonya tinggi sekali sewaktu di tikungan,aku jalan lebih santai sambil mengamati banyaknya pohon durian di hutan pinggir jalan,sensasi yang sudah lama tidak kita temui sejak diubahnya hutan hutan di sumatra menjadi kebon kebon sawit,jam 12.30 kami sampai di desa Battang lalu berhenti di masjid al jihad untuk sholat jumat disitu.disiang yang terik selesai sholat jumat perjalanan dimulai lagi dengan tanjakan sejauh 3km,baju yang sudah sempat kering sekarang basah oleh keringat lagi hingga kemudian ketemu jalan datar sampai ke gerbang kota palopo,kami langsung mengarah ke jalan poros palopo-Poso.
Jam 17 sore kami berhenti di masjid Al muhajirin di desa Lalong Cepkar, hari ini total perjalanan 90km.
Pak imam masjid Almuhajirin Haji Kintasaraapang usia 84tahun berdarah Toraja sungguh ramah,malam selesai sholat isa kami diajak ke tempat tahlilan warga,aku coba menolak dengan alasan ingin istirahat saja di Masjid,tapi beliau pingin sekali kami ikut dan katanya doa Musyafir mustajab jadi dia tetap ingin membawa kami. Rasanya kami jadi tamu istimewa saat itu,dari penuturan pak imam kampung tersebut aslinya turunan suku Tanah Toraja dan pindah ke Palopo untuk ikut berjuang dengan DI/TII pimpinan Kahar Muzakar melawan pemerintahan pusat, kemudian mereka masuk islam sekitar tahun 1950.
29/01/18 dari dusun Lalong kami melanjutkan perjalanan lagi ke utara perkiraan kami hari ini bisa mencapai  kota Masamba tapi Alhamdulillah ternyata kami bisa lebih jauh sampai desa bone,hari ini panas sangat menyengat rasanya kami rindu diguyur hujan saat itu,hampir setiap setengah jam kami berhenti berteduh dari sengatan terik matahari dan minum air,beberapa kali berhenti minum air kelapa muda dan es condol favoritku,sebelum masamba botom breaket om syaiful ada kerusakan kami berhenti untuk menukarnya dengan yang baru tapi ternyata batom breaket yang baru tidak bisa dipasang jadi batom breaket yang lama terpaksa dipasang lagi setelah dibersihkan dan di beri gemuk. Cuaca panas yang menyengat menjadikan kami tiap sebentar berhenti dan mengguyur kepala pakai air,suatu kenikmatan tersendiri apabila menemukan es cendol atau es kelapa muda dipinggir jalan kami bisa berlama lama menikmatinya.
Jam 17 sampai di desa Bone dan menginap di Masjid An Nuur,total perjalanan hari itu 82km.
30/01/18 pagi kami melanjutkan perjalanan ke Mangkutana yang berjarak 75km dengan kondisi jalan yang datar dan sudah mulai terasa sedikit tanjakan,beberapa tempat perkebunan sawit,di masjid Almuhajirin kami istirahat siang lalu kenal seorang penduduk lokal pak Anshori yang menawarkan kami untuk menginap di rumahnya. Hari itu kami menginap di rumah pak Anshori yang seorang dai pendakwah,paginya kami setelah disuguhi sarapan oleh ibu Anshori lalu kami menuju Poso 182km melalui Pendolo,Tentena.
31/01/18 pagi berangkat dari Desa Mangkutana, tanjakan langsung menghadang kami masuk ke wilayah pegunungan dan kawasan hutan Kayu Langi Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Nah, disini jalannya sangat sepi, baik itu penduduk maupun kendaraan. Ada banyak sekali ditemui papan petunjuk pemberitahuan untuk menjaga hutan lindung dan cagar alam. Menemui desa berikutnya pun sangat jauh, dan trek jalannya adalah perbukitan yang tak habis-habisnya dengan jalan berliku-liku tajam serta naik-turun.
Pemandangan yang ditemui adalah adalah bukit yang ditutupi kabut, dan awan yang bergumpal-gumpal dalam jarak dekat. Aku merasakan treck ini memang ganas perlu fisik yang prima dan kesabaran karena jalan tanjakan dan turunan dengan tikungan tajam seakan tak pernah habis. Sepeda seakan jalan seperti kura kura. Kami melewati rimbun pepohonan hutan dikawasan cagar alam Kayu Langi dan juga cagar alam Faruhumpenai yang katanya ditakuti oleh banyak orang karena masih sepi, dan seram.
Kabupaten Luwu Timur sebagian besar daerahnya merupakan wilayah hutan.  sebelum perbatasan,kami melihat warung warung konon kami sudah diingatkan oleh kawan kawan dan penduduk lokal agar tidak berhenti didaerah tersebut karena rawan kriminal sebelum tugu perbasatan yang sudah tidak terawat lagi, tugu asli sudah tua dan berantakan. Yang ada sebuah tiang beton petunjuk jarak KM, terbaca jarak tempuh ke Kota Makassar sejauh 577 Km dari tugu perbatasan ini. Hm...ternyata perjalanan kami baru sepertiganya.
Masuk Desa Pendolo Kecamatan Pamona Selatan Kabupaten Poso yang ditandai dengan sebuah gereja dan patung disebuah pertigaan. Yang ada, melihat jalur lurus adalah jalan tanah menuju beberapa resort yang terletak di pingggir Danau Poso, sedangkan ke kekiri ke Bancea, dan kekanan arah Tentena dan Poso. Kami berbelok ke kanan ke arah Tentena,jalur disini hampir sama ganasnya dengan jalur sebelumnya,didaerah ini pernah terjadi kerusuhan poso yaitu antara umat christiani dan Islam. Kami sampai di kota poso sore hari selasa 30 January dan berhenti istirahat di Masjid Nurul hidayah Poso, total perjalanan dari Makasar sampai Poso 12 hari. Di posò kami dijemput oleh pak syamsul seorang jurnalist kenalan om Widodo dan beliau menawarkan kami menginap di masjid An nuur yang berdekatan dengaan rumahnya dipinggir sungai poso yang airnya dulu pernah memerah didarahi korban korban Poso.
Hanya satu malam kami di poso lalu lanjutan perjalanan lagi ke kota Palu.
Jalan yang datar tapi cuaca panas,perasaan perjalanan ini di daerah bali karena kiri kanan jalan rumah penduduk dengan ornamen Bali hingga menasuki batas kota parigi di jembatan. Kami melewati gunung biru,perasaan agak was was menyertai kami karena daerah ini adalah basis teroris santoso,kami berempat berjalan beriringan hingga sampai di desa Torana ditunggu dan dijamu camat Tambarana Adrian kenalan om Widodo.
Kami mulai gowes lagi sehabis sholat dzuhur hujan turun sampai sore jam 17 kami menemukan masjid di dusun sausi dan nginap di masjid Nurul huda,perjalanan hari ini 80km saja.

No comments:

Post a Comment