Hari
Selasa sesuai rencana kami akan lanjutkan perjalanan ke Pagaralam melalui
Kapahiang dan menitipkan sepeda disuatu tempat lalu naik mobil lagi ke
pagar alam kemudian istirahat sampai jumat untuk suatu pendakian ke gunung
Dempo.
Sebuah pick up yang di robah jadi mobil penumpang kami carter untuk mengantar sampai ke Kepahiang.
Sebuah pick up yang di robah jadi mobil penumpang kami carter untuk mengantar sampai ke Kepahiang.
SEPEDA KAMI NAIK ANGKOT |
Sepeda
diletakan di belakang,aku dan basket case duduk di depan,kami amati jalan curup
Kepahiang kebanyakan menurun sangat enak untuk gowes udaranya juga segar dan
agak dingin sebagaimana udara pegunungan sedikit kami sedikit menyesal kenapa
tidak menikmatinya diatas sadel sepeda.
Saya
sangat berterimakasih pada Jery yang sudah banyak membantu kami mulai dari
penginapan di rumahnya dan mencarikan angkutan kemudian mengiringi kami pakai
sepeda motor sampai kota Curup dan di Curup kami berpisah.
Kami
sampai di kota Kepahiang jam 11.00wib,di satu bukit kami melihat tulisan
Kepahiang,keren kelihatan seperti tulisan di Hollywood.
Dari literature diketahui bahwa Sampai
dengan tahun 1948, Kepahiang tetap menjadi ibukota Rejang Lebong dan Menjadi
ibukota perjuangan karena mulai dari Pemerintahan Sipil dan seluruh kekuatan
perjuangan terdiri dari Laskar Rakyat, Badan Perlawanan Rakyat (BPRI) dan TKR
sebagai cikal bakal TNI juga berpusat di Kepahiang.
Tahun 1949 Pemerintah Kabupaten
Kepahiang berada dalam pengasingan berada di hutan dan disaat penyerahan
kedaulatan dari Pemerintah Belanda ke Republik Indonesia yang dikenal istilah
kembali ke Kota. Maka pemerintah Kabupaten Rejang Lebong tidak dapat kembali ke
Kota Kepahiang karena seluruh fasilitas sudah dibumihanguskan maka seluruh staf
pemerintahan di alihkan ke Kota Curup yang masih ada bangunan pesanggrahan
sampai tahun 1956 Curup ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Rejang
Lebong.kemudian tahun 2004 kembali Kepahiang menjadi ibu kota kabupaten
Keahiang setelah pemekaran dari kabupaten Lebong.
Di jalan sebelum memasuki kota kami
melihat sebuah bangunan kuno sepertinya bangunan tuan tanah zaman colonial yang
masih terawatt baik.
Di Kapahiang kami titip sepeda di hotel Mutiara dengan harapan akan kembali mengambilnya pada Minggu untuk melanjutkan gowes ke Bengkulu.
Di Kapahiang kami titip sepeda di hotel Mutiara dengan harapan akan kembali mengambilnya pada Minggu untuk melanjutkan gowes ke Bengkulu.
Dengan
Panier yang berisikan beberapa potong pakaian kami menumpang becak menuju
terminal bus.
Terminal
bus di Kepahiang tidak begitu besar dan suasananya juga tidak ramai,sebagaimana
terminal bus di Indonesia beberapa anak muda mendatangi kami menanyakan dan
menawarkan jasa untuk naik bus tertentu dan aku memberi tahu bahwa kami akan ke Pagar alam dan
akan naik bus yang paling awal,mereka member tahu bahwa bus berikutnya akan
datang kira kira jam 13.00 atau satu jam lagi,mereka cukup ramah walaupun
kadang kadang bahasanya agak asing ditelinga kami,sepertinya itu bahasa Lebong
yang berbeda jauh dengan bahasa curup atau kepahiang
Sambil
menunggu bus kami mencari makan siang dekat terminal dan makan mie aceh serta
sempat men charge HP ku yang sudah lowbat sejak dari curup.
Jam
13.00 bis masih belum ada akhirnya kami disarankan untuk menunggu mobil travel
di suatu halte,tidak berapa lama kami menunggu dihalte datang mobil Toyota
avanza mengajak kami ikut ke Pagar alam.
Naluri
kami untuk bersepeda masih tetap ada walaupun saat itu diatas mobil
angkutan,aku mempehatikan jalan menuju pagar alam yang makin lama makin mendaki
karena mendekati kaki gunung Dempo,kiri kanan umumnya ada pedesaan yang banyak
penduduknya,rumah penduduk umumnya rumah panggung yang tinggi dan dibawahnya
diisi dengan susunan potongan kayu kayu yang belakangan kami ketahui kayu kayu
tersebut digunakan sebagai kayu bakar.
Didesa
Tebat Karai kami berhenti dan penumpang dipersilahkan makan,didaerah Pendopo
udara dingin pegunungan sudah mulai terasa.
Kami
memasuki kota Pagar alam jam 16.30wib dan sopir langsung mengantar kami ke
Villa Demo atau cukup di kenal dengan Villa Pak Nanang,akhirnya kami sampai di
villa Dempo Pagaralam yang cukup jauh dari kota,udara makain terasa dingin
karena hujan yang cukup lebat serta kabut pegunungan yang tebal menungggu kami.
Aku
bertemu pak Nanang yang cukup ramah menunggu kami,kedatangan kami agak
membingungkan pak Nanang karena tidak ada konfirmasi bahwa kami akan datang
berdua hari itu,tapi nasib baik kami kamar kosong masih ada untuk kami.
PAK NANANG VILLA DEMPO |
Aku
langsung masuk kamar untuk mandi air hangat sepuasnya terasa badan ini ringan
dan segar karena sudah lama tidak menikmati mandi air panas se segar saat itu.dan
pesan makan malam pakai ikan gurame goreng yang rasanya luar biasa nikmatnya,minum
jahe panas yang bisa sedikit menghangatkan tubuh diudara gunung yang menusuk
itu.
Dari
teras villa Dempo di ketinggian 1460mdpl terlihat lampu lampu kota pagar
alam,indah sekali walaupun pemandangan tidak sempurna karena tertutup kabut
kearah selatan atau belakang Villa terlihat Gunung Dempo 3159mdpl berdiri
dengan gagahnya,lama aku memandangnya sambil mereka reka dari arah mana aku
akan mendakinya nanti.
Suasana
pegunungan yang begitu tenang setenang perasaan kami waktu itu,begitu relak dan
kami mencoba menelpon ke rumah serta menonton acara TV yang sudah lebih semingu
tidak kami lihat
Rasa
capek dan kantuk membuat aku tertidur disaat menonton acara TV hingga alarm HP
ku membangunkan ku lagi diwaktu subuh.
No comments:
Post a Comment