Selasa 02 desember,
Kota Vangvieng pagi ini diguyur hujan,mudah mudahan ini membawa berkah karena sudah hampir satu bulan sejak dari Malaysia kami belum dapat hujan.
Jam 07.00 jalanan sudah mulai ramai dengan lalu lintas terutama para pelajar yang umumnya pergi sekolah berkendaraan sepeda.
Kami meluncur di jalan yang masih basah terguyur hujan kearah utara dengan target hari ini adalah kota Kasi sejauh 60km dari vangvieng,baru sampai dibatas kota kami disuguhi pemandangan pegunungan dan disebelah kiri sungai Nam song yang jernih mengalir dibebatuan,suara alirannya menjadi musik alam yang menyejukan hati,kendaraan antar kota mulai terasa ramai khususnya truck truck besar yang melintas antar negara dan bahkan sampai ke China dan Vietnam,tetapi mereka sangat menghargai para pesepeda,mungkin mereka sudah terbiasa melihat para pesepeda asing dan jarak jauh seperti kami.
Hilang pemandangan sungai berganti dengan sawah dikiri kanan kita,terlihat para petani Laos yang sedang panen padi yang tidak beda jauh dengan cara petani kita yaitu menyabit dan ada juga yang sedang menyankul sawahnya dengan menggunakan mesin bajak yang kadang kadang terlihat dijalanan berfungsi juga sebagai alat angkut keluarga.
Petani yang melihat kami bersepeda sering melambaikan tangannya kearah kami dan meneriakan "Sabaydee",hal semacam ini menambah kecintaanku pada penduduk negri yang sederhana tapi amat ramah pada pendatang.
Udara yang agak menyengat sedikit terlupakan dengan keindahan alam pedesaan serta sapaan ramah penduduknya,hingga tak terasa Kami sampai di daerah Bantiang lalu berhenti untuk istirahat dan makan siang. Kembali disini adanya nasi ketan dan lauknya telor dadar lagi karena itu lah yang terbaik dan di jamin halal waktu itu. Selesai istirahat siang kami melanjutkan kayuhan,dihadapan sudah menunggu tanjakan panjang sejauh 60km,inilah awal masuk pegunungan Laos yang terasa berlapis lapis dan tidak habis habisnya kami daki dan turuni,pegunungan spectaculer tersebut adalah terusan dari pegununga Himalaya di asia tengah,aku mencoba mengatur irama kayuhan agar tidak terputus,dan disetiap belokan tajam biasanya akan ada jalan datar yang bisa interval kayuhan sebagaimana pengalaman jalan antara pekanbaru dan Bukittinggi tapi dugaan ini salah belokan itu akan disambut lagi dengan tanjakan yang panjang lebih kurang 30km dengan kemiringan 15 derjat.
Sampai di daerah Ban Song savat disini kita menemukan pasar dari binatang binatang buruan yang sudah mati seperti monyet,landak,ular,kelelawar,macan kumbang,beruang serta aneka burung,biawak dan lain lain,dari informasi yang didapat binatang binatang tersebut di konsumsi sebagai obat.
Pasar pinggir jalan yang terletak antara tebing dan lembah itu tidak begitu ramai hanya beberapa turis dan kendaraan pribadi yang berhenti untuk istirahat dan melihat lihat di pasar tersebut. aku turun dari sepeda dan menuntun sepeda sambil melihat lihat dagangan sepanjang jalan itu,sikap pedagang dan penduduk sepertinya sudah terbiasa atau tidak asing lagi melihat turis bersepeda seperti kami mereka ramah menyapa kami "Sabaydee,please come".
suara uwa uwa dan satwa liar dari lembah terdengar jelas ke pasar tersebut,keadaan yang alami ini membuatku semakain betah berlama lama.Udara terasa semakain dingin,tetesan air dari daun daun pohon yang tumbuh di tebing kadang kadang bembasahi tubuhku,jalan agak becek dengan genangan air dari hujan serta aliran liar air dari tebing membuat kakiku berkubang dan kelihatan dekil.
Dari daerah ini kemudian kami meluncur turun sejauh 10km udara dingin membuat tangan jadi kesemutan juga menekan rem,aku agak khawatir menekan rem terlalu lama bisa mengakibatkan canvas rem habis,aku mencoba lepas rem beberapa saat lalu tekan rem lagi karena agak bosan pernah suatu kali aku biarkan sepeda meluncur tanpa direm dengan kecepatan 45km/jam tiba tiba didepan ada lobang tidak berapa besar,lalu aku rem dan mengelak,akibatnya ban belakangku slip dan hilang keseimbangan,darah ku berdesir adrenalinku jadi naik,Alhamdulillah,Allah masih menyelamatkanku dari kecelakaan,rem aku lepas dan sepeda kembali stabil,aku berhenti sejenak dipinggir jalan dan terduduk lemas membayangkan kejadian tadi.
Sampai di kota Kasi,aku lihat kotanya hanya kota kecil dan pasarnya masih tradisional seperti pekan pekan pinggir jalan di indonesia.
Sebetulnya target kayuhan kami hari itu hanya sampai di Kasi dengan pertimbangan apabila lebih jauh kita akan kemalaman dan akan terperangkap di tengah belantara pegunungan tanpa penduduk,atau kami harus melanjutkan ke Kiuwkacham dengan menambah kayuhan 80km lagi dan ini adalah tidak mungkin sanggup kami lakukan. Tetapi karena hari masih jam 15.00 waktu di kasi kami memutuskan untuk menambah kayuhan sampai jam 17.00. Keluar dari kota Kasi kembali tanjakan tanpa henti sejauh 20km stamina kami betul betul terkuras hingga sekitar jam 17.30. Tidak berapa lama sampai di desa Keokuang dengan ketinggian 880mdpl kami berhenti di halaman penduduk yang aku perkirakan cocok untuk menumpang bermalam dengan tenda di halaman rumahnya.
Melihat kami berhenti beberapa penduduk langsung mengerumuni kami,lalu aku bertanya dengan memberi bahasa isarat ke salah seorang dengan menunjukan foto tendaku yang lama dan menunjuk tempat kosong yang ada atapnya sambil menyebut "sleep"Alhamdulillah dia mengerti sambil menganggukan kepala tanda setuju.Tempat tersebut bersebelahan dengan pembibitan jamur dan bau pupuknya agak menyengat namun tempat tersebut rasanya leih nyaman karena ada atapnya yang sedikit melindungi kami dari hujan dan dinginnya malam.
Kami langsung kembangkan tenda penduduk sekitar terutama tua muda berduyun duyun menonton kami,rasanya kami seperti baru turun dilangit dan perlu di tonton.
Malam itu tidak ada mandi buat kami karena daerah ini adalah daerah sulit air,disitu ada satu kran yang airnya sangat kecil terletak di pinggir jalan jadi penduduk biasanya mandi antri dipinggir jalan itu dengan memakai sarung basah menutup tubuh,aku mencoba ikut antri mandi hitung hitung buat pengalaman pikirku...tapi aku lihat koq antrinya cuma ibu ibu saja,setelah kutanya sebisanya dalam bahasa inggrisnya yang terbatas mengatakan hanya ibu ibu yang mandi disitu dan bapak bapak jarang mandi...aku terbelalak mendengarnya dan langsung mundur diri untuk antri ikut mandi.
Tidak ada warung disitu,Kharleez berinisiatif memasak air untuk membuat kopi dan mie instant untuk ganjal perut yang amat lapar di daerah dingin itu. Aku melihat smart phone ternyata tidak ada signal sedikitpun dan kami betul betul putus hubungan dengan dunia luar waktu itu dan perasaanku masuk ke era tahun 60dulu. Jarak tempuh 85km hari ini betul betul menguras tenaga,kami memutuskan untuk istirahat secepatnya.
Aku melihat sekelompok penduduk berkumpul mengelilingi meja dan kucoba melongok kesitu ternyata ada judi dengan permainan dadu yang main dari yang tua sampai yang muda, malam itu ada dua hiburan buat penduduk selain judi juga nonton kami. Dan ada juga kelompok orang tua lainnya yang sedang kumpul dengan minuman Laobeer nya,aku perhatikan dulu ada pesta perkawinan juga di hidangkan bir yang diminum oleh laki laki maupun ibu ibu.
Penduduk yang menonton kami mulai bubar dan tinggal kami dalam tenda di desa yang gelap gulita tanpa penerangan hanya ada pancaran lampu dari sela sela dinding pondok penduduk. Ada juga kekhawatiranku di jahati oleh penduduk yang tadi minum bir,maka sebelum tidur aku amankan semua barang barang berharga masuk tenda.
Sekali sekali aku mendengar deru mobil yang lewat dijalan setelah itu sunyi lagi. opung yang tidur di hamouck yang digantung antara dua tiang rumah penduduk sudah mulai tertidur begitu juga joker dan Kharlez kawan Malaysia kami seperjalanan.
Aku masuk ke sleeping bag untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya Udara luar hingga tertidur sampai subuh.
Subuh aku terbangun dan mencari toilet untuk buang air kecil tapi tidak tahu mau kemana saking gelapnya,akhirnya karena ngga tahan hajat itu kulepas dekat jalan...eeeh rupa nya tidak jauh dari situ juga ada beberapa penduduk yang buang hajat...pertanyaan tanyaan yang belum terjawab sampai kami berangkat dimana gerangan toiletnya ya...? Joker terpaksa batal ritualnya pagi itu hingga menemukan tempat yang tepat dan aman..hehehee.
Kota Vangvieng pagi ini diguyur hujan,mudah mudahan ini membawa berkah karena sudah hampir satu bulan sejak dari Malaysia kami belum dapat hujan.
Jam 07.00 jalanan sudah mulai ramai dengan lalu lintas terutama para pelajar yang umumnya pergi sekolah berkendaraan sepeda.
Kami meluncur di jalan yang masih basah terguyur hujan kearah utara dengan target hari ini adalah kota Kasi sejauh 60km dari vangvieng,baru sampai dibatas kota kami disuguhi pemandangan pegunungan dan disebelah kiri sungai Nam song yang jernih mengalir dibebatuan,suara alirannya menjadi musik alam yang menyejukan hati,kendaraan antar kota mulai terasa ramai khususnya truck truck besar yang melintas antar negara dan bahkan sampai ke China dan Vietnam,tetapi mereka sangat menghargai para pesepeda,mungkin mereka sudah terbiasa melihat para pesepeda asing dan jarak jauh seperti kami.
Hilang pemandangan sungai berganti dengan sawah dikiri kanan kita,terlihat para petani Laos yang sedang panen padi yang tidak beda jauh dengan cara petani kita yaitu menyabit dan ada juga yang sedang menyankul sawahnya dengan menggunakan mesin bajak yang kadang kadang terlihat dijalanan berfungsi juga sebagai alat angkut keluarga.
Petani yang melihat kami bersepeda sering melambaikan tangannya kearah kami dan meneriakan "Sabaydee",hal semacam ini menambah kecintaanku pada penduduk negri yang sederhana tapi amat ramah pada pendatang.
Udara yang agak menyengat sedikit terlupakan dengan keindahan alam pedesaan serta sapaan ramah penduduknya,hingga tak terasa Kami sampai di daerah Bantiang lalu berhenti untuk istirahat dan makan siang. Kembali disini adanya nasi ketan dan lauknya telor dadar lagi karena itu lah yang terbaik dan di jamin halal waktu itu. Selesai istirahat siang kami melanjutkan kayuhan,dihadapan sudah menunggu tanjakan panjang sejauh 60km,inilah awal masuk pegunungan Laos yang terasa berlapis lapis dan tidak habis habisnya kami daki dan turuni,pegunungan spectaculer tersebut adalah terusan dari pegununga Himalaya di asia tengah,aku mencoba mengatur irama kayuhan agar tidak terputus,dan disetiap belokan tajam biasanya akan ada jalan datar yang bisa interval kayuhan sebagaimana pengalaman jalan antara pekanbaru dan Bukittinggi tapi dugaan ini salah belokan itu akan disambut lagi dengan tanjakan yang panjang lebih kurang 30km dengan kemiringan 15 derjat.
Sampai di daerah Ban Song savat disini kita menemukan pasar dari binatang binatang buruan yang sudah mati seperti monyet,landak,ular,kelelawar,macan kumbang,beruang serta aneka burung,biawak dan lain lain,dari informasi yang didapat binatang binatang tersebut di konsumsi sebagai obat.
Pasar pinggir jalan yang terletak antara tebing dan lembah itu tidak begitu ramai hanya beberapa turis dan kendaraan pribadi yang berhenti untuk istirahat dan melihat lihat di pasar tersebut. aku turun dari sepeda dan menuntun sepeda sambil melihat lihat dagangan sepanjang jalan itu,sikap pedagang dan penduduk sepertinya sudah terbiasa atau tidak asing lagi melihat turis bersepeda seperti kami mereka ramah menyapa kami "Sabaydee,please come".
suara uwa uwa dan satwa liar dari lembah terdengar jelas ke pasar tersebut,keadaan yang alami ini membuatku semakain betah berlama lama.Udara terasa semakain dingin,tetesan air dari daun daun pohon yang tumbuh di tebing kadang kadang bembasahi tubuhku,jalan agak becek dengan genangan air dari hujan serta aliran liar air dari tebing membuat kakiku berkubang dan kelihatan dekil.
Dari daerah ini kemudian kami meluncur turun sejauh 10km udara dingin membuat tangan jadi kesemutan juga menekan rem,aku agak khawatir menekan rem terlalu lama bisa mengakibatkan canvas rem habis,aku mencoba lepas rem beberapa saat lalu tekan rem lagi karena agak bosan pernah suatu kali aku biarkan sepeda meluncur tanpa direm dengan kecepatan 45km/jam tiba tiba didepan ada lobang tidak berapa besar,lalu aku rem dan mengelak,akibatnya ban belakangku slip dan hilang keseimbangan,darah ku berdesir adrenalinku jadi naik,Alhamdulillah,Allah masih menyelamatkanku dari kecelakaan,rem aku lepas dan sepeda kembali stabil,aku berhenti sejenak dipinggir jalan dan terduduk lemas membayangkan kejadian tadi.
Sampai di kota Kasi,aku lihat kotanya hanya kota kecil dan pasarnya masih tradisional seperti pekan pekan pinggir jalan di indonesia.
Sebetulnya target kayuhan kami hari itu hanya sampai di Kasi dengan pertimbangan apabila lebih jauh kita akan kemalaman dan akan terperangkap di tengah belantara pegunungan tanpa penduduk,atau kami harus melanjutkan ke Kiuwkacham dengan menambah kayuhan 80km lagi dan ini adalah tidak mungkin sanggup kami lakukan. Tetapi karena hari masih jam 15.00 waktu di kasi kami memutuskan untuk menambah kayuhan sampai jam 17.00. Keluar dari kota Kasi kembali tanjakan tanpa henti sejauh 20km stamina kami betul betul terkuras hingga sekitar jam 17.30. Tidak berapa lama sampai di desa Keokuang dengan ketinggian 880mdpl kami berhenti di halaman penduduk yang aku perkirakan cocok untuk menumpang bermalam dengan tenda di halaman rumahnya.
Melihat kami berhenti beberapa penduduk langsung mengerumuni kami,lalu aku bertanya dengan memberi bahasa isarat ke salah seorang dengan menunjukan foto tendaku yang lama dan menunjuk tempat kosong yang ada atapnya sambil menyebut "sleep"Alhamdulillah dia mengerti sambil menganggukan kepala tanda setuju.Tempat tersebut bersebelahan dengan pembibitan jamur dan bau pupuknya agak menyengat namun tempat tersebut rasanya leih nyaman karena ada atapnya yang sedikit melindungi kami dari hujan dan dinginnya malam.
pasang tenda ditengah desa |
Kami langsung kembangkan tenda penduduk sekitar terutama tua muda berduyun duyun menonton kami,rasanya kami seperti baru turun dilangit dan perlu di tonton.
jadi tontonan penduduk |
Malam itu tidak ada mandi buat kami karena daerah ini adalah daerah sulit air,disitu ada satu kran yang airnya sangat kecil terletak di pinggir jalan jadi penduduk biasanya mandi antri dipinggir jalan itu dengan memakai sarung basah menutup tubuh,aku mencoba ikut antri mandi hitung hitung buat pengalaman pikirku...tapi aku lihat koq antrinya cuma ibu ibu saja,setelah kutanya sebisanya dalam bahasa inggrisnya yang terbatas mengatakan hanya ibu ibu yang mandi disitu dan bapak bapak jarang mandi...aku terbelalak mendengarnya dan langsung mundur diri untuk antri ikut mandi.
Kharleez berinisiatif memasak air |
Aku melihat sekelompok penduduk berkumpul mengelilingi meja dan kucoba melongok kesitu ternyata ada judi dengan permainan dadu yang main dari yang tua sampai yang muda, malam itu ada dua hiburan buat penduduk selain judi juga nonton kami. Dan ada juga kelompok orang tua lainnya yang sedang kumpul dengan minuman Laobeer nya,aku perhatikan dulu ada pesta perkawinan juga di hidangkan bir yang diminum oleh laki laki maupun ibu ibu.
Penduduk yang menonton kami mulai bubar dan tinggal kami dalam tenda di desa yang gelap gulita tanpa penerangan hanya ada pancaran lampu dari sela sela dinding pondok penduduk. Ada juga kekhawatiranku di jahati oleh penduduk yang tadi minum bir,maka sebelum tidur aku amankan semua barang barang berharga masuk tenda.
Sekali sekali aku mendengar deru mobil yang lewat dijalan setelah itu sunyi lagi. opung yang tidur di hamouck yang digantung antara dua tiang rumah penduduk sudah mulai tertidur begitu juga joker dan Kharlez kawan Malaysia kami seperjalanan.
Aku masuk ke sleeping bag untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya Udara luar hingga tertidur sampai subuh.
Subuh aku terbangun dan mencari toilet untuk buang air kecil tapi tidak tahu mau kemana saking gelapnya,akhirnya karena ngga tahan hajat itu kulepas dekat jalan...eeeh rupa nya tidak jauh dari situ juga ada beberapa penduduk yang buang hajat...pertanyaan tanyaan yang belum terjawab sampai kami berangkat dimana gerangan toiletnya ya...? Joker terpaksa batal ritualnya pagi itu hingga menemukan tempat yang tepat dan aman..hehehee.
Rabu 03desember.
Dari Kaokuang berangkat jam 07 langsung menghadapi tanjakan tajam tak henti hentinya hingga kecepatan rata rata hanya berkisar 6 atau 7km/jam namun pemandangan pegunungan yang begitu indah rasanya aku begitu beruntung bisa menikmatinya waktu itu ,lepas dari tanjakan kepegunungan yang satu lalu bonus menurun dan dihadapan menghadang lagi tanjakan berikutnya hingga dari satu gunung ke beberapa gunung lainnya. Di beberapa tempat kita akan melintasi beberapa desa dengan rumah rumah tradisionalnya yang terbuat dari kayu atau bambu sangat sederhana,anak anak yang bermain di halaman rumah selalu meneriakan "sabaydee"setiap kami lewat.
Kami sampai di suatu puncak pass di Phookoon dengan ketinggian 1350mdpl di situ ada sebuah cafe yang dilengkapi toilet yang sangat unik yaitu wc terbuka ke bagian arah jurang menghadap alam bebas hingga kita bisa buang air besar sambil nonton alam pegunungan yang indah.
Juga ada fasilitas lain seperti taman tempat melihat dari ketinggiannya ke sekeliling hamparan pegunungan Laos,kita akan melihat jalan yang berliku liku dari kejauhan dan juga kelihatan jalan yang sudah kita tempuh ataupun yang akan ditempuh.
Dari puncak Phookoon ini kita akan menurun ke pasar di Samyek Phookoon,disini saya,joker dan kharlez makan siang,dan opung Sitor dari pagi sudah duluan sampai siang ini belum jumpa
Kami melihat mendung di ufuk lalu kita coba putuskan cari penginapan untuk istirahat malam itu di Phookoon,sayangnya kondisi Guesthouse yang ada kurang nyaman dan lagi harganya 60ribu Kip adalah diluar ukuran kantong kami
Akhirnya kami lanjutkan kayuhan kearah Kiukacham dengan menelusuri tanjakan panjang,di jalan beberapa kali bertemu dengan be erapa peturing dari amerika,spanyol dan afrika selatan dan Thailan,saat itu kami berhenti untuk saling tukar informasi dan berfoto.
Saat 10km menjelang di Sen donmong kami meluncur turun sejauh lebih kurang 10km hingga tangan ku kesemutan karena mengerem.
Aku lihat saat itu sudah jam 16.30 sore,aku melihat opung parkir di sebuah warung lalu aku bergabung dan tak lama muncul Joker dan kami sudah bertiga lagi tapi Kharless sudah keburu duluan untuk berhenti di kiukacham.
Pada yang punya warung kami minta izin nginap dan mereka mengizinkan kami,kembali tenda kami gelar di dalam ruang kosong warung tersebut,kali ini kami bisa mandi sepuas puasnya disebuah sungai yang amat jernih di pinggir lembah hijau dan depannya persawahan di desa Xiengngeun pada ketinggian 930mdpl.
Total kayuhan kami hari ini hanya 53km namun ini sungguh medan yang berat selama turing kami.
Dari Kaokuang berangkat jam 07 langsung menghadapi tanjakan tajam tak henti hentinya hingga kecepatan rata rata hanya berkisar 6 atau 7km/jam namun pemandangan pegunungan yang begitu indah rasanya aku begitu beruntung bisa menikmatinya waktu itu ,lepas dari tanjakan kepegunungan yang satu lalu bonus menurun dan dihadapan menghadang lagi tanjakan berikutnya hingga dari satu gunung ke beberapa gunung lainnya. Di beberapa tempat kita akan melintasi beberapa desa dengan rumah rumah tradisionalnya yang terbuat dari kayu atau bambu sangat sederhana,anak anak yang bermain di halaman rumah selalu meneriakan "sabaydee"setiap kami lewat.
Kami sampai di suatu puncak pass di Phookoon dengan ketinggian 1350mdpl di situ ada sebuah cafe yang dilengkapi toilet yang sangat unik yaitu wc terbuka ke bagian arah jurang menghadap alam bebas hingga kita bisa buang air besar sambil nonton alam pegunungan yang indah.
Juga ada fasilitas lain seperti taman tempat melihat dari ketinggiannya ke sekeliling hamparan pegunungan Laos,kita akan melihat jalan yang berliku liku dari kejauhan dan juga kelihatan jalan yang sudah kita tempuh ataupun yang akan ditempuh.
Dari puncak Phookoon ini kita akan menurun ke pasar di Samyek Phookoon,disini saya,joker dan kharlez makan siang,dan opung Sitor dari pagi sudah duluan sampai siang ini belum jumpa
Kami melihat mendung di ufuk lalu kita coba putuskan cari penginapan untuk istirahat malam itu di Phookoon,sayangnya kondisi Guesthouse yang ada kurang nyaman dan lagi harganya 60ribu Kip adalah diluar ukuran kantong kami
Akhirnya kami lanjutkan kayuhan kearah Kiukacham dengan menelusuri tanjakan panjang,di jalan beberapa kali bertemu dengan be erapa peturing dari amerika,spanyol dan afrika selatan dan Thailan,saat itu kami berhenti untuk saling tukar informasi dan berfoto.
Saat 10km menjelang di Sen donmong kami meluncur turun sejauh lebih kurang 10km hingga tangan ku kesemutan karena mengerem.
Aku lihat saat itu sudah jam 16.30 sore,aku melihat opung parkir di sebuah warung lalu aku bergabung dan tak lama muncul Joker dan kami sudah bertiga lagi tapi Kharless sudah keburu duluan untuk berhenti di kiukacham.
Pada yang punya warung kami minta izin nginap dan mereka mengizinkan kami,kembali tenda kami gelar di dalam ruang kosong warung tersebut,kali ini kami bisa mandi sepuas puasnya disebuah sungai yang amat jernih di pinggir lembah hijau dan depannya persawahan di desa Xiengngeun pada ketinggian 930mdpl.
Total kayuhan kami hari ini hanya 53km namun ini sungguh medan yang berat selama turing kami.
Kamis 04 desember
Pagi subuh di warung Xiengngeun tempat kami nginap sudah didatangi bus yang datang dari luar kota pemilik warung dengan sigap menggelar beberapa dagangannya,dan kami juga sibuk melipat semua peralatan tidur dan camping.
Aku lihat pemilik warung mr. Ong Duongmaleut memakai seragam militer tentara Laos ,opung bertanya apakah dia Laos Army/tentara dia mengangguk,kami suprise melihatnya karena selama ini dia adalah penduduk sipil biasa dengan segala keramahannya,dulu aku membayangkan tentara
Komunis bermuka dingin dan sangar tapi sejak hari itu gambaran itu mulai hilang.
Sewaktu akan berangkat keluarga itu membekali kami dengan satu bungkus nasi ketan dan satu sisir pisang,pemberian sederhana tapi melambangkan kasih sayang yang ikhlas sesama manusia..
Dayungan pertama langsung tanjakan dengan kemiringan sekitar 10derjat,merayap tanjakan dengan lambat 7km/jam sejauh 7km sampai di desa
Kiewmailo mendaki dan di jalan kami papasan banyak peturing jarak jauh,sudah jadi kebiasaan peturing ketemu dijalan saling berhenti dan tukar informasi,umumnya kami bertemu peturing dari eropah seperti Jerman,switzerland,french, belanda,spanyol,peru,afrika selatan,umumnya mereka baru keluar dari china dan menuju selatan sampai Australia via Indonesia,mereka sangat senang bisa mendengar informasi tentang Indonesia dari kami.
Disuatu perkampungan Bang nammok aku melihat rumah adat yang agak beda dari rumah lainnya yang pernah kutemui,atapnya dari jerami yang tersusun rapi dan dijepit dengan kayu pada bubungannya dan ukurannya relatif rendah kelihatan unik,aku berhenti di situ dan mengambil foto,belakangan aku ketahui itu adalah suku Mong yang suka tinggal di pegunungan.
Tidak jauh dari situ aku melihat seorang laki muda memeriksa gigi seorang ibu yang duduk di kursi didepan rumah kayunya yang sangat sederhana.
Aku berhenti disitu ,menarik karena selama ini aku bertanya tanya dalam hati kemana penduduk yang terpencil jauh ini berobat koq tidak pernah ada rumah sakit atau puskesmas seperti di Indonesia,dan berhenti disitu sambil ucapkan salam "sabaydi" mereka membalas lagi dengan ramah,diantara penduduk disitu ada yang bisa menerangkan bahwa disitu ada pemeriksaan dokter gigi yang datang ke desa desa sesuai jadwal tertentu.
Setelah mengayuh 28km selama 3jam akhirnya kami sampai di kota Kiewkacham.
Dari kiewkacham jalan menurun tajam sejauh 16km sampai namming bridge,tanganku sampai kesemutan menekan rem saking lamanya,aku kurang berani melepas rem dalam kondisi penurunan yang tajam yang dihiasi jurang menganga di kanan siap menerkam kita. Pinggir jalan yang berpasir mengharuskan kita untuk jalan sedikit ketengah karena takut slip,tapi untunglah saat itu entah kenapa jarang ditemui mobil lewat.
Dari Namming mulai menanjak lagi sejauh 15km dan berakhir di desa kiewmaknow siangun, setelah itu jalan datar sejauh15km kami bisa sedikit lega dengan kayuhan yang ringan kemudian mulai nanjak lagi.
Di pinggir jalan aku melihat pal batu 40km lagi ke Louang prabang,disuatu tanjakan naik sedikit diatas desa kiewmaknow aku melihat ada sumber air atau sumur umum lalu kami berhenti disitu dan sepakat untuk camping saja malam itu diarea tersebut sampai besok pagi,karena kalau kami lanjutkan khawatir kemalaman dan tidak ada desa lagi setelah itu untuk bermalam sedangkan jarak yang harus ditempuh ke Louang prabang masih tinggal 40km lagi.
Sore itu kembali kami jadi tontonan penduduk yang akan mandi dan mengambil air dari sumur tersebut.
Turun sampai pakkhan bridge.
Jumat,05 Desember
Pagi subuh penduduk sudah berdatangan lagi ke sumur tersebut dan kamipun sudah siap siap untuk berangkat lagi
Dari kiewmaknow menurun sampai phonsa at,udara yang dingin membuat tanganku kesemutan menahan rem sejau lebih kurang 20km,sekali sekali aku berhenti untuk mengembalikan konsentrasi,akhir dari turunan kami bertemu desa ban kiewnak dan disini kami ngumpul berempat lagi untuk minum kopi pagi bareng penduduk. Stock majanan yang masih ada aku bagi bagikan pada anak anak yang sedang menonton kami.
Dari ban kiewnak kita mengayuh agak datar sejauh 10km menelusuri tepian sungai Mekong dan akhirnya memasuki gerbang kota dengan tulisan "Welcome to the world heritage town of Luang Prabang"
Kami menelusuri kota di pinggiran delta mekong sambil mencari guesthouse yang murah meriah,beberapa guesthouse di daerah Kitsalad road harganya agak tinggi yaitu berkisar 100ribu s/d 150ribu Kip semalam dan akhirnya kami sampai di daerah backpacker yaitu jalan Sisoupan road dekat sungai Nam khan sebuah guesthouse bernama Chitlatda fasilitas double bad,bathroom&hotshower dan free interner wifi dengan harga 50ribu kip semalam.
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan "clasic route" yang diidam idamkan setiap peturing sepeda di seluruh dunia yaitu route Vientien ke Louangprabang dalam waktu 6 hari dengan jarak tempuh 430km dengan segala suka dan dukanya.
kami berempat Tasman jen,Tri joko waskito,yosef Situmorang plus partner baru kami dari Malaysia Khalez jaffar akan istirahat di Louangprabang 2hari untuk mengembalikan kondisi tubuh sebelum melanjutkan ke Hanoi Vietnam.
Note: foto foto menarik perjalanan bisa dilihat di FB kami.
Pagi subuh di warung Xiengngeun tempat kami nginap sudah didatangi bus yang datang dari luar kota pemilik warung dengan sigap menggelar beberapa dagangannya,dan kami juga sibuk melipat semua peralatan tidur dan camping.
Aku lihat pemilik warung mr. Ong Duongmaleut memakai seragam militer tentara Laos ,opung bertanya apakah dia Laos Army/tentara dia mengangguk,kami suprise melihatnya karena selama ini dia adalah penduduk sipil biasa dengan segala keramahannya,dulu aku membayangkan tentara
Komunis bermuka dingin dan sangar tapi sejak hari itu gambaran itu mulai hilang.
Sewaktu akan berangkat keluarga itu membekali kami dengan satu bungkus nasi ketan dan satu sisir pisang,pemberian sederhana tapi melambangkan kasih sayang yang ikhlas sesama manusia..
Dayungan pertama langsung tanjakan dengan kemiringan sekitar 10derjat,merayap tanjakan dengan lambat 7km/jam sejauh 7km sampai di desa
Kiewmailo mendaki dan di jalan kami papasan banyak peturing jarak jauh,sudah jadi kebiasaan peturing ketemu dijalan saling berhenti dan tukar informasi,umumnya kami bertemu peturing dari eropah seperti Jerman,switzerland,french,
Disuatu perkampungan Bang nammok aku melihat rumah adat yang agak beda dari rumah lainnya yang pernah kutemui,atapnya dari jerami yang tersusun rapi dan dijepit dengan kayu pada bubungannya dan ukurannya relatif rendah kelihatan unik,aku berhenti di situ dan mengambil foto,belakangan aku ketahui itu adalah suku Mong yang suka tinggal di pegunungan.
Rumah suku Mong |
Tidak jauh dari situ aku melihat seorang laki muda memeriksa gigi seorang ibu yang duduk di kursi didepan rumah kayunya yang sangat sederhana.
Aku berhenti disitu ,menarik karena selama ini aku bertanya tanya dalam hati kemana penduduk yang terpencil jauh ini berobat koq tidak pernah ada rumah sakit atau puskesmas seperti di Indonesia,dan berhenti disitu sambil ucapkan salam "sabaydi" mereka membalas lagi dengan ramah,diantara penduduk disitu ada yang bisa menerangkan bahwa disitu ada pemeriksaan dokter gigi yang datang ke desa desa sesuai jadwal tertentu.
Setelah mengayuh 28km selama 3jam akhirnya kami sampai di kota Kiewkacham.
Dari kiewkacham jalan menurun tajam sejauh 16km sampai namming bridge,tanganku sampai kesemutan menekan rem saking lamanya,aku kurang berani melepas rem dalam kondisi penurunan yang tajam yang dihiasi jurang menganga di kanan siap menerkam kita. Pinggir jalan yang berpasir mengharuskan kita untuk jalan sedikit ketengah karena takut slip,tapi untunglah saat itu entah kenapa jarang ditemui mobil lewat.
Dari Namming mulai menanjak lagi sejauh 15km dan berakhir di desa kiewmaknow siangun, setelah itu jalan datar sejauh15km kami bisa sedikit lega dengan kayuhan yang ringan kemudian mulai nanjak lagi.
Di pinggir jalan aku melihat pal batu 40km lagi ke Louang prabang,disuatu tanjakan naik sedikit diatas desa kiewmaknow aku melihat ada sumber air atau sumur umum lalu kami berhenti disitu dan sepakat untuk camping saja malam itu diarea tersebut sampai besok pagi,karena kalau kami lanjutkan khawatir kemalaman dan tidak ada desa lagi setelah itu untuk bermalam sedangkan jarak yang harus ditempuh ke Louang prabang masih tinggal 40km lagi.
Sore itu kembali kami jadi tontonan penduduk yang akan mandi dan mengambil air dari sumur tersebut.
Turun sampai pakkhan bridge.
Jumat,05 Desember
Pagi subuh penduduk sudah berdatangan lagi ke sumur tersebut dan kamipun sudah siap siap untuk berangkat lagi
Dari kiewmaknow menurun sampai phonsa at,udara yang dingin membuat tanganku kesemutan menahan rem sejau lebih kurang 20km,sekali sekali aku berhenti untuk mengembalikan konsentrasi,akhir dari turunan kami bertemu desa ban kiewnak dan disini kami ngumpul berempat lagi untuk minum kopi pagi bareng penduduk. Stock majanan yang masih ada aku bagi bagikan pada anak anak yang sedang menonton kami.
Dari ban kiewnak kita mengayuh agak datar sejauh 10km menelusuri tepian sungai Mekong dan akhirnya memasuki gerbang kota dengan tulisan "Welcome to the world heritage town of Luang Prabang"
Kami menelusuri kota di pinggiran delta mekong sambil mencari guesthouse yang murah meriah,beberapa guesthouse di daerah Kitsalad road harganya agak tinggi yaitu berkisar 100ribu s/d 150ribu Kip semalam dan akhirnya kami sampai di daerah backpacker yaitu jalan Sisoupan road dekat sungai Nam khan sebuah guesthouse bernama Chitlatda fasilitas double bad,bathroom&hotshower dan free interner wifi dengan harga 50ribu kip semalam.
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan "clasic route" yang diidam idamkan setiap peturing sepeda di seluruh dunia yaitu route Vientien ke Louangprabang dalam waktu 6 hari dengan jarak tempuh 430km dengan segala suka dan dukanya.
kami berempat Tasman jen,Tri joko waskito,yosef Situmorang plus partner baru kami dari Malaysia Khalez jaffar akan istirahat di Louangprabang 2hari untuk mengembalikan kondisi tubuh sebelum melanjutkan ke Hanoi Vietnam.
Note: foto foto menarik perjalanan bisa dilihat di FB kami.
No comments:
Post a Comment