Dua hari istirahat di Tayan cukup mengembalikan tenaga kami untuk melanjutkan perjalanan ke arah Kalimantan tengah dengan melewati Trans Kalimantan.
Beberapa Daerah seperti Balai berkuah,Sandai,
Jam 06.30 pagi 29 oktober 16 selesai sarapan pagi dengan Mie masakan sendiri lalu kami melanjutkan kayuhan kearah arah jembatan Tayan yang menyeberangi sungai Kapuas sepanjang lebih kurang 1km,jembatan yang menjulang dengan konstruksi baja kokoh adalah jembatan kedua terpanjang di Indonesia setelah jembatan Suramadu di Jatim. Perasaan aku sedang berada dianjungan kapal besar dan lihat kiri dan kanan membentang sungai kapuas yang amat lebar,serta dermaga kapal dan makin jauh terlihat kehujauan hutannya,ada beberapa kapal kecil dan Tug boat sedang berlayar dibawahnya,2 tahun yang lalu sebelum ada jembatan ini masyarakat menggunakan fery untuk penyeberang. Kami jalan pelan sambil mengambil spot spot foto yang bagus dari atas jembatan ini. Ada dua bagian dari jembatan yang melintasi sungai dan delta di sungai kapuas ini ,Keluar dari jembatan Tayan langsung disambut tanjakan yang tidak terlalu tinggi dan berakhir di pertigaan lalu kami belok kekanan ke arah perbatasan Kalimantan tengah Ketapang.
Kami mengayuh di jalan mulus trans Kalimantan selebar 10meter,perasaan ku terasa nyaman dijalan yang elok ini ,sepi tidak ada lalu lintas dengan mobil mobil kontainer seperti di Jawa,hanya satu mobil bus tanggung yang melewati kami dan beberapa mobil pribadi,kendaraan yang melewati kami sering menyapa dengan acungan jempol yang diulurkan keluar jendela dan kalau ada pengemudi sepeda motor yang pingin tahu mereka membuntutiku dari samping.
Memasuki desa Sebandang kecamatan Toba aku mulai merasakan ayunan tanjakan dan turunan dengan kemiringan kira kira 45' dan jauhnya kira kira 600meter,kecil kelihatan kendaraan diujung puncak sana.
Kiri kanan tumbuhan sawit,nyaliku sempat ciut melihat ke seberang puncak sana,aku bimbang dengan kemampuanku untuk bisa mendayung tanpa turun sampai keseberaang sana ,kalau aku sempat turun dipertengahan sudah pasti lebih berat mendorong sepeda seberat 38kg ini sampai ke puncak.
Aku diam beberapa saat berlindung dibawah pohon sawit lalu minum membasahi kerongkongan yang kering,aku amati kondisi jalan di dasar terendah jalan terlihat datar dan tak berlobang,karena disinilah kondisi yang umumnya kita terjebak dengan lobang yang menyebabkan kecelakaan.
Bismillah...Pelan dan pasti aku kayuh sepeda yang mulai menukik turun,gear aku pindah ke maximum speed 3.1 sepeda meluncur 62km/jam seperti busur,mulut ku tak henti berzikir Astagfirullah...persis di dasar jalan terendah lalu melejit keatas naik aku lihat speedo meter mulai turun hingga 38km/jam aku ganti bertahap supaya kayuhan ringan,gear depan ke nomor 2 lalu beberapa meter ganti lagi ke gear nomor 1 dan gear belakang berobah bertahap ke nomor 11 yang paling ringan,napasku mulai memburu terlihat masih 100meter lagi keatas pelan dengan speed 7km/jam,Alhamdulillah akhirnya aku sampai di puncak dengan permukaan datar sejauh 200meter lagi lalu terlihat lagi gelombang punggung naganya,Astagfirullah ucapku dalam hati. Aku mulai menghitung tanjakan yang bervariasi itu hingga hitungan 18 aku sudah bosan menghitungnya.
Spedo meterku menunjukan baru jarak tempuh 42km aku lihat waktu sudah jam 11.30 aku berharap ada warung didepan nanti yang menyediakan makanan muslim dan menyediakan minuman dingin,lima belas menit kemudian doaku dikabulkan disebelah kiri jalan persis diujung tanjakan aku baca papan nama Rumah makan Teh Sum masakan Sukabumi di daerah Lumut.
Perasaan ku mulai nyaman aku tunggu Auful kira kira 5 menit tertinngal dibelakang.
Selesai makan siang dan sholat dzuhur jam 12.00 dalam panas yang terik kami melanjutkan kayuhan agar tidak kemalaman sampai ke kota Balai berkuah yang masih 45km lagi.
Kembali jalan naik turun seperti tidak habis habisnya,dilangit terlihat awan hitam menggantung,angin bertiup dan udara terasa begitu menyejukan aku berdoa agar cuaca tetap sejuk seperti ini,tiba tiba ujan turun rintik aku mulai pertimbangan istirahat dan berteduh dulu di pondok orang Dayak,tapi aku tetap meneruskan kayuhan karena merasa kurang nyaman dipondok tersebut dan aku perkirakan ini mungkin hanya hujan rinai dan lagi pula kalau hujan mulai lebat nanti didepan kan ada pondok pondok petani tempat berteduh,tapi begitu aku masuk satu turunan mendadak hujan lebat mengguyurku aku kayuh hingga atas tanjakan lalu berhenti dibawah pohon sawit yang daunnya agak menjulai kebawah lalu aku buru buru menutupi hand bar bag ku yang mulai bocor dan sadel brooke yang bisa loyo kena air,aku tidak melihat Auful dibelakang.
Badan ku sudah terlanjur basah kuyup dari pada kedinginan aku teruskan mendayungnya dalam hujan badai tersebut,terasa pedih dimuka ditimpa hujan lebat,aku baru sadar sewaktu susah melihat ternyata kacamata hitam masih terpasang,beruntung jalan datar agak panjang lalu pelan sambil buka kacamata dan mengatur napas.
Setelah 10km jalan aku lihat ada rumah kayu dan didepannya ada konopi dan pelanta duduk,lalu aku minta izin pemiliknya untuk numpang istirahat,hujan mulai redau,beberapa menit kemudian Auful muncul.
Aku dapat informasi dari yang punya rumah bahwa didepan menjelang kota akan ditemui tanjakannya lebih tinggi lagi,aku antara percaya dan tidak,sepertinya ini di dramatisir tanjakan seperti apa lagi kalau ada yang melebihi tanjakan yang di Sebadang tadi aku membatin.
Ya Allah...benar rupanya beberapa ratus meter kami mengayuh terlihat turunan tajam disambut tanjakan panjang dan curam mungkin sekitar jarak 600meter sampai ke ujung tanjakan,badanku yang sudah dingin mulai bercucur keringat lagi,aku tidak menghitung tanjakan tapi mataku selalu melirik ke spedo meter terlihat sudah 74 km kami lewati sejak dari Tayan,aku menyenangkan hati tinggal 10km lagi sampai kota Balai berkuah,tiba tiba di suatu turunan didaerah Lumut sepedaku terasa oleng dan terdengar suara berdesir,sepeda aku rem dan aku coba lihat ke bagian belakang sepeda kalau kalau ada yang menyangkut tapi tidak ada dan sewaktu sepeda aku dorong lagi baru ketahuan ban belakang sepeda kempes total.
Sepeda ku seret ke sebuah warung kebetulan bekas bengkel tambal ban yang sudah tutup milik orang Jawa.
Auful membantuku membuka ban belakang dan sewaktu dicheck ban luar sudah sobek sebesar kelingking,aku tidak perkirakan ban luar ini akan sobek,mengingat pemakaiannya masih baru atau berkisar 3000km jadi aku tidak membawa cadangan ban luar. Pada yang punya bengkel tambal ban aku minta tolong bikinkan kanvas ban untuk menutupi ban bolong tadi. Tukang tambal yang baik hati itu berusaha membuat kanvas dengan memotong tipis ban mobil lalu di lemkan ke bagian dalam yang sobek tadi setelah dipompa ternyata berhasil.
Jam 17 masih hujan gerimis kami lanjutkan kayuhan kira kira 14km lagi ke kota Balai berkuah kami berharap disitu ada masjid atau mungkin penginapan untuk bermalam,ban sepeda yang pakai kanvas agak ter angguk angguk dijalanan,hari mulai gelap belum ketemu desa juga,jalan masih penuh tanjakan dan turunan yang tinggi tinggi.
Disuatu tikungan yang membelok kekiri aku melihat lampu penerangan disebuah gubug,aku berhenti bertanya apakah desa masih jauh,ternyata tidak lebih dari satu km lagi,aku meneruskan kayuhan pelan udara malam dan baju yang basah kena hujan mulai terasa dingin ditubuh,dikejauhan aku melihat cahaya memancar dari balik pepohonan,perasaan ku bersorak kegirangan,...Alhamdulillah disitu ada desa Balai Berkuah yang akan memberi kenyamanan pada kami malam ini,aku merasa masuk ke peradaban baru.
Di pinggir jalan masuk desa ada merek hotel The Virgo,kami check in disini dengan rate Rp120ribu semalam,rasanya kami masuk hotel bintang lima saat itu.selesai mandi dan cuci pakaian aku langsung tertidur pulas.
Pagi jam 6 di desa Balai berkuah masih sepi kami keluar hotel lebih awal untuk mencari bengkel sepeda untuk membeli ban sepeda,kami menemukan satu satunya bengkel sepeda motor yang menjual ban dan peralatan sepeda.
Kami lanjutkan siang itu mengayuh menuju Sandai,Ng Tayap. Hampir setiap sore kami diterpa hujan,mungkin ini cara Allah menetralkan suhu tubuhku yang kepanasan disiang hari lalu sorenya didinginkan pakai hujan.
Memasuki tapal batas Kalbar/Kalteng kembali tanjakan lebih ganas lagi kemudian Tanjakan Jembatan sei Tunga di Kalteng terjal kemudian disambut tanjakan yang setengah mati lalu belok tajam kekiri dan nanjak lagi,aku lihat mobil yang menanjak kesitu meliuk kiri kanan jalan untuk mensiasatinya agar jangan melorot kebawah,aku tercenung perhatikan dari jauh.
Dibelantara hutan yang sunyi tersebut terdengar lenguhan mobil mobil mengangkat bobotnya di tanjakan itu,seirama dengan nafasku yang memburu disetiap tanjakan lalu aku hibur diriku dengan kayuhan santai dan kicauan burung dan bunyi serangga hutan sepanjang jalan,tiba tiba datang rasa rinduku pada Allah,...Subhanallah.
Seminggu terakhir medan yang berat membuat tenagaku jauh merosot,aku dayung sekuatnya lalu aku turun dan jalan mendorong sepeda 38kg itu sampai puncak lalu duduk minum sambil memandang ganasnya Trans Kalimantan,Auful temanku sambil terpana mengatakan "ini adalah treck Neraka"
Aku pikir juga begitu,aku sudah mencoba tanjakan tobat di perbatasan Riau jambi dan aku sudah coba tanjakan Subulusalam aceh,tanjakan gunung geuter di Aceh atau tanjakan Kasi ke Luang prabang di Laos atau tanjakan Tebekang serawak atau juga tanjakan Nam can di border Laos/Vietnam,tapi aku merasa inilah tanjakan paling "Ganas" yang aku kenal.
Alhamdulillah kami bisa lolos keluar dan masuk peradaban lagi sampai di Pangkalan Bun kota waringin barat,kami akan istirahat di sini sehari atau dua hari untuk pemulihan badan yang sudah luluh lantak selama diperjalanan dan mencari toko sepeda untuk perbaiki roda sepedanya yang belong dan spoke atau jeruji sepeda Auful yang putus.
Sunday, October 30, 2016
17.Tour de Borneo_Tayan hilir ke Balai berkuah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment