Selasa 2 Februari 16
Seharian kemarin kami istirahat dirumah Keluarga anak Opung yosef Di Dolok sanggul,aktivitas kami mencuci pakaian kotor dan check semua sepeda,aku sendiri pergi check mata yang terasa meradang bekas operasi lemak beberapa bulan yang lalu,obatku dari rumah yang dikirim istriku dari pekanbaru aku perlihatkan ke dokter mata dan inu dinyatakan bisa dilanjutkan lagi.
Satu hari bersama keluarga dr.Pantas yang baik hati ini sangat memberatkan hati kami meninggalkannya,keluarga ini melepas keberangkatan kami dengan bekal makanan yang cukup banyak.
Kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan kota Pangunguran di Pulau samosir,kami mendayung melewati pasar Dolok sambung dalam cuaca cerah dan dingin,belum banyak kendaraan,dekat pasar kami belok kanan kearah Sidikalang,jalan lumayan mulus dan datar sampai di desa Hutajulu,dipinggir jalan kita disuguhi sawah diselingi rumah penduduk,memasuki desa Hutagalung jalan agak menanjak kami istirahat disebuah pondok penduduk dipinggir ladang.
Menjelang simpang Tele aku,ucup dan Gozy laju kencang hngga lupa belok ke simpang Tele,kami mundur lagi kembali kebelokan masuk Tele disitu sudah menunggu Opung yosef dan Abasri.
Sepeda kami meluncur laju dari puncak tele diketinggian 2000mdpl dan di kemiringan jalan sekitar 30derjat,jari jari sempat terasa kaku menekan rem di cuaca yang terasa dingin menusuk itu,untuk mengurangi rasa dingin alu pakai jacket.
Kami berhenti istirahat di menara tele di kecamatan Harian,aku melihat dari atas puncak menara Tele kearah danau Toba,terlihat hamparan pulau Samosir yang dikelilingi danau kemudian dipagari oleh hamparan jurang terjal yang menghijau,dipinggirannya terlihat jalan melingkar lingkar sampai ke dasar bukit,pantaslah samosir yang dikelilingi danau toba disebut negri indah kepingan sorga.
Danau Toba terbentuk akibat letusan Gunung Toba pada 73 ribu tahun lalu. Letusan ini tercatat sebagai letusan gunung api terbesar yang mempengaruhi iklim di seluruh dunia. Sebagai danau hasil volcano tektonik terbesar di dunia, danau ini menjadi salah satu aset yang penting bagi Indonesia. Keindahan alam Danau Toba telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Perairan danau yang biru, penduduknya yang sangat ramah,sapaan ramah "Horas" sering kami dengar dari penduduk, budaya batak yang mempesona,hal ini lah yang menarik.
Sepeda kami terus blusukan melipir dipinggang tebing hingga kami sampai didesa Limbong dan tak ada lagi dataran yang lebih rendah dari itu,ada air tujuh rasa Sipitudai yang disakralkan penduduk,beberapa ruas jalan masih belum beraspal dan ditaburi batu batu sebesar tinju kami harus turun dan menuntun sepeda yang amat menguras tenaga.
Sampai di desa Sagala kita akan menyaksikan monumen raja Batak didepannya ada sebuah batu ceper seluar 9m2 dibagian atas seperti ada penutup dengan garis pemisah,batu ini dipercayai menyimpan harta emas,masarakat berusaha membuka tutup batu ini tapi tidak berhasil.
Kearah timur monumen terlihat pusuk buhit atau puncak tertinggi yang dipercayai sebagai tempat turunnya Raja Batak dari kayangan.
Kami terus melanjutkan perjalanan melingkar menelusuri danau hingga sampai di desa aek rangat,kabupaten samosir,kecamatan Pangunguran,karena sudah magrib kami memutuskan untuk menginap di penginapan Air hangat yang mempunyai fasilitas mandi air panas alam dengan rate Rp150ribu/malam,kami sewa dua untuk berlima,lumayan kamar yang cukup irit ukuran kantong musyafir.
Kami pergi mandi air hangat yang terletak persis dibelakang penginapan dan dipagar menyatu dengan penginapan disitu ada ruangan mandi untuk wanita dan laki yang terpisah
yang mempunyai 1kolam air panas dan 1 kolam air dingin seluas 9m2......kami masuk ke kolam bagian mandi laki laki,begitu masuk kami kaget menyaksikan beberapa orang mandi berbugil ria,sepertinya warga lokal,kayaknya sudah budaya disini. aku mandi pakai celana gowes,tapi tidak langsung nyebur karena aku merasa masih terlalu panas airnya sedangkan badan masih terlalu dingin.
Rabu 3 Februari 16
Pagi ini aku tidak merasakan lagi dinginnya Toba seperti kunjunganku belasan tahun yang lalu,selesai sarapan pagi kami langsung melaju ke arah Pangunguran ibukota kabupaten Samosir.kami menelusuri danau toba yang berada sebelah dan sebelah kanan tebing sekitar 30menit kami menemui sebuah jembatan,kelihatannya jembatan ini biasa biasa saja tapi setelah diberi tahu opung yosef bahwa jembatan tersebut adalah jembatan penghubung antara pulau Sumatra dengan Pulau Samosir,kami mengambil beberapa foto disitu.
Melewati jembatan kita mulai merasa memasuki kota Pangunguran,sewaktu belajar ilmu bumi di SD dulu aku sudah mengenal Kota Pangunguran dan sekarang tumbuh sebagai ibu kota kabupaten Samosir,kotanya tidak begitu ramai beberapa mobil melewati kami dan kendaraan bermotor lebih mendominasi dijalanan, terdapat sebuah gereja Hkbp yang cukup besar.
Horas...Merdeka.....begitulah sapaan setiap kali kami melintasi penduduk yang sedang berkumpul di warung warung atau lapo lapo dipinggir jalan dan saat ini aku bersukur bisa menyaksikan kota tersebut secara langsung.
Keluar kota pangunguran sering kita temui kuburan kuburan besar untuk satu keluarga yang berbentuk seperti monumen,ada yang besar dan ada juga yang kecil,pada kuburan yang besar terdapat ruangan untuk beberapa jenazah,makin besar kuburan tersebut menunjukan status sosial yang mapan dari keluarga yang memilikinya,banyak kuburan tersebut yang terletak di ketinggian tebing.
Keluar dari kota kami singgah di pantai Batu hoda Simanindo.
Udaranya dan pemandangan kearah danau yang sangat indah.kemudian lanjut menelusuri danau sampai di kampung Lumban Huta gaol kita mengunjungi meseum batak,kemudian mengunjungi desa Siallagan yang berada di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo.
Disini kita menyaksikan komonitas marga Siallagan disuatu area yang dipagari susunan batu batu kali yang berbentuk kubus.
Pembangunan huta Siallagan, konon dilakukan secara gotong royong atas prakarsa raja huta yang pertama yakni Raja Laga Siallagan . Pembangunan huta yang menggunakan batu-batu besar disusun bertingkat menjadi sebuah tembok besar yang kelak menjadi benteng penahan musuh dan binatang buas kemudian diatasnya ditanami bambu (bagi orang Batak, bambu memiliki multi guna sebagaimana suku bangsa Indonesia yang lain). Dahulu, untuk membangun rumah adat Batak, juga dilakukan dengan cara gotong royong mengangkut kayu dari hutan atau ladang keluarga, kemudian mendirikannya sesuai bentuk dan aturan pendirian rumah adat Batak. Di dalam area berjejer 8 rumah adat batak yang dihuni oleh keluarga Siallagan.
Di pekarangan luar aku menyaksikan
Kelompok Batu kursi pertama, dibawah pohon kayu Habonaran, ditempatkan di tengah huta Siallagan yang dipergunakan sebagai tempat rapat-pertemuan Raja dan pengetua adat untuk membicarakan berbagai peristiwa kehidupan warga di huta Siallagan dan sekitarnya, juga menjadi tempat persidangan atau tempat mengadili sebuah perkara kejahatan.
Menurut penuturan para orangtua, bahwa batu kursi pertama ini terdiri dari Kursi Raja dan permaisuri, Kursi Para Tetua Adat, Kursi Raja dari Huta/kampung Tetangga dan Para undangan, juga Datu/Pemilik Ilmu Kebathinan. Ditempat inilah diputuskan dan ditetapkan peraturan “pemerintahan, kemasyarakatan” dan hukum yang tegas bagi yang melanggarnya. Artinya Raja Huta Siallagan tidaklah melakukan sesuatu dengan dasar “kekuasaan” semata, tetapi dilakukan secara musyawarah, mendengarkan pendapat dan usul serta pertimbangan dari para tetua adat yang diundang hadir untuk kemudian menetapkan keputusan secara jujur, adil dan bijaksana.
Keluar dari huta Siallagan kami lanjut ke Tomok disini banyak kita temukan penginapan dan homestay,suasana kota wisata kental sekali disini dengan banyaknya turis asing. Kami makan siang direstoran padang dan agak kesulitan mencari tempat sholat akhirnya pemilik restoran muslim tersebut mengantar kami ketempat sholat dirumahnya yang tidak jauh dari restorannya.
Target kami adalah menelusuri samosir dan berakhir di desa Sihasapi dipinggir danau toba dimana leluhurnya opung dilahirkan.
Rumah opung yang menghadap ke Danau toba diseberang sana terlihat kota parapat dengan kelap kelip lampunya,malam ini kami duduk dipinggir danau sambil memanggang ikan,api unggun pembakar ikan juga berfungsi sebagai penghangat tubuh dari dinginnya malam. Malam ini aku memandang jauh ketengah danau yang dihiasi kelap kelip lampu tambak,dibalik keindahan Danau Toba ternyata ada beberapa masalah serius yang terjadi saat ini. Danau Toba, kini dipenuhi dengan tambak-tambak yang setiap hari pakan yang dilempar ke danau menyumbang sedimentasi. Hari demi hari aku yakin pendangkalan dan pencemaran air terjadi. Tidak hanya ini, perkembangan tumbuhan enceng gondok juga menimbulkan masalah bagi kebersihan Danau Toba sendiri. Sebab gulma yang menyebar dengan cepat hingga tepi pantai berpotensi mencemari danau terluas di Asia Tenggara ini. Bisa dibayangkan beberapa tahun kedepan Danau Toba akan kehilangan daya tariknya akibat pencemaran tersebut,akankah anak cucu kita masih bisa menikmati keindahan danau Toba seperti kita saat ini...?
Seharian kemarin kami istirahat dirumah Keluarga anak Opung yosef Di Dolok sanggul,aktivitas kami mencuci pakaian kotor dan check semua sepeda,aku sendiri pergi check mata yang terasa meradang bekas operasi lemak beberapa bulan yang lalu,obatku dari rumah yang dikirim istriku dari pekanbaru aku perlihatkan ke dokter mata dan inu dinyatakan bisa dilanjutkan lagi.
Satu hari bersama keluarga dr.Pantas yang baik hati ini sangat memberatkan hati kami meninggalkannya,keluarga ini melepas keberangkatan kami dengan bekal makanan yang cukup banyak.
Kami melanjutkan perjalanan dengan tujuan kota Pangunguran di Pulau samosir,kami mendayung melewati pasar Dolok sambung dalam cuaca cerah dan dingin,belum banyak kendaraan,dekat pasar kami belok kanan kearah Sidikalang,jalan lumayan mulus dan datar sampai di desa Hutajulu,dipinggir jalan kita disuguhi sawah diselingi rumah penduduk,memasuki desa Hutagalung jalan agak menanjak kami istirahat disebuah pondok penduduk dipinggir ladang.
Menjelang simpang Tele aku,ucup dan Gozy laju kencang hngga lupa belok ke simpang Tele,kami mundur lagi kembali kebelokan masuk Tele disitu sudah menunggu Opung yosef dan Abasri.
Sepeda kami meluncur laju dari puncak tele diketinggian 2000mdpl dan di kemiringan jalan sekitar 30derjat,jari jari sempat terasa kaku menekan rem di cuaca yang terasa dingin menusuk itu,untuk mengurangi rasa dingin alu pakai jacket.
Kami berhenti istirahat di menara tele di kecamatan Harian,aku melihat dari atas puncak menara Tele kearah danau Toba,terlihat hamparan pulau Samosir yang dikelilingi danau kemudian dipagari oleh hamparan jurang terjal yang menghijau,dipinggirannya terlihat jalan melingkar lingkar sampai ke dasar bukit,pantaslah samosir yang dikelilingi danau toba disebut negri indah kepingan sorga.
Danau Toba terbentuk akibat letusan Gunung Toba pada 73 ribu tahun lalu. Letusan ini tercatat sebagai letusan gunung api terbesar yang mempengaruhi iklim di seluruh dunia. Sebagai danau hasil volcano tektonik terbesar di dunia, danau ini menjadi salah satu aset yang penting bagi Indonesia. Keindahan alam Danau Toba telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Perairan danau yang biru, penduduknya yang sangat ramah,sapaan ramah "Horas" sering kami dengar dari penduduk, budaya batak yang mempesona,hal ini lah yang menarik.
Sepeda kami terus blusukan melipir dipinggang tebing hingga kami sampai didesa Limbong dan tak ada lagi dataran yang lebih rendah dari itu,ada air tujuh rasa Sipitudai yang disakralkan penduduk,beberapa ruas jalan masih belum beraspal dan ditaburi batu batu sebesar tinju kami harus turun dan menuntun sepeda yang amat menguras tenaga.
Sampai di desa Sagala kita akan menyaksikan monumen raja Batak didepannya ada sebuah batu ceper seluar 9m2 dibagian atas seperti ada penutup dengan garis pemisah,batu ini dipercayai menyimpan harta emas,masarakat berusaha membuka tutup batu ini tapi tidak berhasil.
Kearah timur monumen terlihat pusuk buhit atau puncak tertinggi yang dipercayai sebagai tempat turunnya Raja Batak dari kayangan.
Kami terus melanjutkan perjalanan melingkar menelusuri danau hingga sampai di desa aek rangat,kabupaten samosir,kecamatan Pangunguran,karena sudah magrib kami memutuskan untuk menginap di penginapan Air hangat yang mempunyai fasilitas mandi air panas alam dengan rate Rp150ribu/malam,kami sewa dua untuk berlima,lumayan kamar yang cukup irit ukuran kantong musyafir.
Kami pergi mandi air hangat yang terletak persis dibelakang penginapan dan dipagar menyatu dengan penginapan disitu ada ruangan mandi untuk wanita dan laki yang terpisah
yang mempunyai 1kolam air panas dan 1 kolam air dingin seluas 9m2......kami masuk ke kolam bagian mandi laki laki,begitu masuk kami kaget menyaksikan beberapa orang mandi berbugil ria,sepertinya warga lokal,kayaknya sudah budaya disini. aku mandi pakai celana gowes,tapi tidak langsung nyebur karena aku merasa masih terlalu panas airnya sedangkan badan masih terlalu dingin.
Rabu 3 Februari 16
Pagi ini aku tidak merasakan lagi dinginnya Toba seperti kunjunganku belasan tahun yang lalu,selesai sarapan pagi kami langsung melaju ke arah Pangunguran ibukota kabupaten Samosir.kami menelusuri danau toba yang berada sebelah dan sebelah kanan tebing sekitar 30menit kami menemui sebuah jembatan,kelihatannya jembatan ini biasa biasa saja tapi setelah diberi tahu opung yosef bahwa jembatan tersebut adalah jembatan penghubung antara pulau Sumatra dengan Pulau Samosir,kami mengambil beberapa foto disitu.
Melewati jembatan kita mulai merasa memasuki kota Pangunguran,sewaktu belajar ilmu bumi di SD dulu aku sudah mengenal Kota Pangunguran dan sekarang tumbuh sebagai ibu kota kabupaten Samosir,kotanya tidak begitu ramai beberapa mobil melewati kami dan kendaraan bermotor lebih mendominasi dijalanan, terdapat sebuah gereja Hkbp yang cukup besar.
Horas...Merdeka.....begitulah sapaan setiap kali kami melintasi penduduk yang sedang berkumpul di warung warung atau lapo lapo dipinggir jalan dan saat ini aku bersukur bisa menyaksikan kota tersebut secara langsung.
Keluar kota pangunguran sering kita temui kuburan kuburan besar untuk satu keluarga yang berbentuk seperti monumen,ada yang besar dan ada juga yang kecil,pada kuburan yang besar terdapat ruangan untuk beberapa jenazah,makin besar kuburan tersebut menunjukan status sosial yang mapan dari keluarga yang memilikinya,banyak kuburan tersebut yang terletak di ketinggian tebing.
Keluar dari kota kami singgah di pantai Batu hoda Simanindo.
Udaranya dan pemandangan kearah danau yang sangat indah.kemudian lanjut menelusuri danau sampai di kampung Lumban Huta gaol kita mengunjungi meseum batak,kemudian mengunjungi desa Siallagan yang berada di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo.
Disini kita menyaksikan komonitas marga Siallagan disuatu area yang dipagari susunan batu batu kali yang berbentuk kubus.
Pembangunan huta Siallagan, konon dilakukan secara gotong royong atas prakarsa raja huta yang pertama yakni Raja Laga Siallagan . Pembangunan huta yang menggunakan batu-batu besar disusun bertingkat menjadi sebuah tembok besar yang kelak menjadi benteng penahan musuh dan binatang buas kemudian diatasnya ditanami bambu (bagi orang Batak, bambu memiliki multi guna sebagaimana suku bangsa Indonesia yang lain). Dahulu, untuk membangun rumah adat Batak, juga dilakukan dengan cara gotong royong mengangkut kayu dari hutan atau ladang keluarga, kemudian mendirikannya sesuai bentuk dan aturan pendirian rumah adat Batak. Di dalam area berjejer 8 rumah adat batak yang dihuni oleh keluarga Siallagan.
Di pekarangan luar aku menyaksikan
Kelompok Batu kursi pertama, dibawah pohon kayu Habonaran, ditempatkan di tengah huta Siallagan yang dipergunakan sebagai tempat rapat-pertemuan Raja dan pengetua adat untuk membicarakan berbagai peristiwa kehidupan warga di huta Siallagan dan sekitarnya, juga menjadi tempat persidangan atau tempat mengadili sebuah perkara kejahatan.
Menurut penuturan para orangtua, bahwa batu kursi pertama ini terdiri dari Kursi Raja dan permaisuri, Kursi Para Tetua Adat, Kursi Raja dari Huta/kampung Tetangga dan Para undangan, juga Datu/Pemilik Ilmu Kebathinan. Ditempat inilah diputuskan dan ditetapkan peraturan “pemerintahan, kemasyarakatan” dan hukum yang tegas bagi yang melanggarnya. Artinya Raja Huta Siallagan tidaklah melakukan sesuatu dengan dasar “kekuasaan” semata, tetapi dilakukan secara musyawarah, mendengarkan pendapat dan usul serta pertimbangan dari para tetua adat yang diundang hadir untuk kemudian menetapkan keputusan secara jujur, adil dan bijaksana.
Keluar dari huta Siallagan kami lanjut ke Tomok disini banyak kita temukan penginapan dan homestay,suasana kota wisata kental sekali disini dengan banyaknya turis asing. Kami makan siang direstoran padang dan agak kesulitan mencari tempat sholat akhirnya pemilik restoran muslim tersebut mengantar kami ketempat sholat dirumahnya yang tidak jauh dari restorannya.
Target kami adalah menelusuri samosir dan berakhir di desa Sihasapi dipinggir danau toba dimana leluhurnya opung dilahirkan.
Rumah opung yang menghadap ke Danau toba diseberang sana terlihat kota parapat dengan kelap kelip lampunya,malam ini kami duduk dipinggir danau sambil memanggang ikan,api unggun pembakar ikan juga berfungsi sebagai penghangat tubuh dari dinginnya malam. Malam ini aku memandang jauh ketengah danau yang dihiasi kelap kelip lampu tambak,dibalik keindahan Danau Toba ternyata ada beberapa masalah serius yang terjadi saat ini. Danau Toba, kini dipenuhi dengan tambak-tambak yang setiap hari pakan yang dilempar ke danau menyumbang sedimentasi. Hari demi hari aku yakin pendangkalan dan pencemaran air terjadi. Tidak hanya ini, perkembangan tumbuhan enceng gondok juga menimbulkan masalah bagi kebersihan Danau Toba sendiri. Sebab gulma yang menyebar dengan cepat hingga tepi pantai berpotensi mencemari danau terluas di Asia Tenggara ini. Bisa dibayangkan beberapa tahun kedepan Danau Toba akan kehilangan daya tariknya akibat pencemaran tersebut,akankah anak cucu kita masih bisa menikmati keindahan danau Toba seperti kita saat ini...?
No comments:
Post a Comment